Minggu, 24 Februari 2013

Kunjungan ke Pusat Kebudayaan Tionghoa


Menyambung dari tulisanku sebelumnya, bahwa klab bahasa yang ada MKAA itu tak sekedar mempelajari bahasa saja, melainkan mempelajari kebudayaannya juga. Maka pada pertemuan ketiga, kami sudah berjalan-jalan mengunjungi pusat kebudayaan Tionghoa yang ada di Bandung. Graha Surya Priangan, namanya.
Pagi itu, kami sudah berkumpul di MKAA. Tak banyak barang yang kami bawa. Hanya sekedar bekal untuk pengusir lapar dan haus. Namun ada pula yang sengaja membawa kamera untuk mengabadikan beberapa hal unik dan menarik di sana.
Sebenarnya, Graha Surya Priangan tidak begitu jauh dari MKAA. Hanya membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit saja, kami sudah tiba di tempat tujuan. Yakni jalan Nanarohana No.37 Bandung. Padahal saat itu, waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi.
Pada awalnya, tempat tersebut bernama Yayasan Dana Sosial Priangan. Yayasan ini didirikan oleh Tuan Lee pada tahun 1973. Namun seiring dengan perkembangan waktu, gedung yayasan ini mengalami beberapa kali perbaikan. Namanya pun diubah menjadi  Graha Surya Priangan.
Walaupun sudah cukup lama berdiri, namun masih belum banyak orang yang tahu mengenai keberadaan tempat ini. Begitu pula dengan para etnis Tionghoa yang tinggal di kawasan Bandung dan sekitarnya.   
Seiring dengan perkembangan jaman, Yayasan Dana Sosial Priangan sudah mengalami beberapa kali pergantian pimpinan. Biar begitu, visi dan misi yang ada tidak pernah berubah. Yakni menyalurkan bantuan pada masyarakat sekitar. Terutama untuk korban bencana alam, membangun sekolah, dsb
Setelah cukup puas menyimak sejarah Yayasan Dana Sosial Priangan, kami pun diajak untuk memasuki ruang pameran. 


Di dekat pintu utama, kami langsung disambut oleh tiga peristiwa penting dalam budaya Tionghoa, yakni:
  • Kelahiran, disebut dengan xishi yang artinya peristiwa yang membahagiakan
  • Pernikahan (hong Shi) yang berarti peristiwa merah. Warna merah melambangkan kebahagiaan
  • Kematian disebut baishi artinya kejadian putih. Di mana warna putih melambangkan berkabung
Kemudian kami beralih ke area pameran lain. Di mana salah satu videonya sedang memutar tentang beberapa kampung Pecinan yang ada di Indonesia. Salah satunya, kampung Pecinan yang ada di dekat terminal Baranangsiang Bogor.
Ada pula Cibeng yakni kaum Cina Benteng yang tinggal dipinggiran sungai Cisadane Tangerang. Konon katanya, di tempat tersebut sering diadakan Festival Perahu Naga. Ah jadi penasaran, kira-kira seperti apa festivalnya, ya!   
Meski sering dianggap kaum minoritas, tapi tak dapat dipungkiri kalau etnis Tionghoa banyak berjasa bagi bangsa Indonesia. Sebut saja dalam dunia olah raga, khususnya cabang bulutangkis. Sudah sejak lama, mereka selalu mengukir prestasi  untuk mengharumkan nama Indonesia dikancah Internasional.
Tak cukup sampai di situ, karena ternyata ada beberapa tokoh Tionghoa yang telah  melegenda dari waktu ke waktu. Hanya saja, selama ini kita hanya mendengarnya sepintas lalu. Penasaran, siapa saja mereka?

Laksamana Chen Hong - Penjelajah Muslim dari Tiongkok

Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho, begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus. Penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama serta petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.
Petualangan antar benua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika yang disinggahi, dengan jarak yang ditempuh mencapai 35 ribu mil.
Sebuah prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian, menyebutkan kalau Laksamana Cheng Ho diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon.
Atas perintah Kaisar tersebut, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang. Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat.
Dalam setiap ekspedisinya, Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal tersebut, lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.
 Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka.
Di setiap persinggahan, armada itu melakukan transaksi dengan cara barter. Mereka memang sengaja tidak melakukan penaklukan, karena ekspedisi tersebut hanya bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia.
Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435 M.

So Hok Gie

Lim A Goh
Kontraktor kelahiran Cina tahun 1890 ini, merupakan salah seorang arsitek Tionghoa yang telah membangun beberapa tempat penting di kota Bandung. Meski sudah berumur ratusan tahun, tapi semua bangunan tersebut masih tetap berdiri kokoh hingga sekarang.
Lim A Goh ikut membangun proyek HBS (sekarang SMA 3 & SMA 5 Bandung), Sekolah Trinitas, Kantor Pos besar, penjara Sukamiskin, beberapa bangunan barak militer, gedung Balai Kota, dan juga gedung Landmark.
Selain itu, ada pula Societeit Concordia (sekarang gedung Museum Asia Afrika), gedung Die Kleur di Dago, serta Gedung Sate. Selain menjadi ikon utama kota Bandung, Gedung Sate juga dijadikan kantor pemerintahan provinsi Jawa Barat.

Masyakat Tionghoa pun, mengenal beberapa unsur Kehidupan. Diantaranya:
  • Air (musim dingin) dilambangkan dengan warna biru. Air bersifat mengalir, mengalah, hening, sabar, flexibel, menyimpan potensi dan terkadang membahayakan
  • Kayu (musim semi) dilambangkan dengan warna hijau. Kayu berpandangan ke depan, merencanakan dan membuat keputusan.
  • Tanah (akhir musim panas) dilambangkan dengan warna kuning. Diyakini sebagai pusat keseimbangan dan tempat dimana energi melambatkan geraknya. Tanah juga dikaitkan dengan sistem pencernaan tubuh dan indera perasa dan juga melambangkan stabilitas yang ajeg.
  • Logam (musim gugur) dilambangkan dengan warna putih. Energi dalam logam mempersatukan gerakan batin, bagai bunga kuncup dikelopak.
  • Api (musim panas) dilambangkan dengan warna merah. Merupakan sifat dasar, puncak pertumbuhan dan kehangatan hubungan antar manusia.
 Sebenarnya, masih banyak hal menarik lainnya yang ada di tempat ini. Namun dengan waktu yang terbatas, sudah saatnya kami pulang kembali ke MKAA dan belajar bahasa Mandarin di dalam kelas. Bersambung



Bandung, Oktober 2012

Senin, 11 Februari 2013

Halal Bihalal_Cicalengka

Dari dulu hingga sekarang, FlpBandung selalu menjadi rumah kedua bagiku. 
Ketika teman-temanku datang dan pergi silih berganti, aku masih tetap ada di sini, di Paris Van Java tercinta. Kenapa? Mungkin karena Allah memang telah mengaturnya sedemikian rupa. Menemani kedua orang tua di sisa usianya, sambil menyelesaikan semua amanat yang ada dihadapan mata.

Sebenarnya, bukan tak ingin bisa aktif di kepengurusan seperti dulu. Apalagi dalam kepengurusan 2011-2013 ini, namaku masih tercatat sebagai salah satu pengurusnya. Sayangnya, keadaanlah yang membuatku kesulitan untuk mengemban semua amanah ini. 

Setelah sekian waktu berjalan, rasanya aku belum bisa melakukan apa-apa untuk kepengurusan ini. Entah seperti apa kesibukanku sekarang hingga sulit sekali untuk meluangkan waktu untuk bisa berkumpul bersama mereka. Ah, maafkan aku teman-teman! :(

Meski demikian, aku tetap berusaha untuk selalu mengikuti info dan perkembangannya. Termasuk kabar Halal Bihalal 1433 H kali ini. Dari jauh-jauh hari, aku sudah bertekad untuk tidak melewatkan momen langka ini. Akan tetapi, tepat sehari menjelang acara Halal Bihalal ini, aku baru mendapat kabar kalau salah satu sahabat masa sekolahku akan menikah. 

Ah, aku mulai bimbang harus memilih yang mana. Dua moment itu sama pentingnya bagiku dan aku tak ingin melewatkan keduanya. Cukup lama aku berpikir, langkah apa yang seharusnya aku tempuh. Hingga akhirnya aku putuskan untuk datang lebih dulu ke tempat Resepsi Pernikahan sahabatku itu. 

Baru kemudian, datang menyusul  ke rumah Nurul MS di Cicalengka. Mulanya, aku sudah membayangkan sebuah perjalanan yang membosankan. Tapi rupanya, Srial juga ketinggalan rombongan sama sepertiku. Kami pun memutuskan untuk bertemu di Stasiun Bandung dan pergi bersama-sama ke Cicalengka. 

Di luar dugaan, sistem pengamanan Stasiun saat ini lebih ketat daripada sebelumnya. Padahal, aku datang dari pintu sebelah Selatan sementara Srial datang dari pintu sebelah Utara. Sebelum ada tiket ditangan, kami tidak diijinkan masuk melalui peron. 

Sesudah berembuk, akhirnya Srial yang membeli tiket tujuan Cicalengka untuk kami berdua. Meski bukan pertama kalinya aku menggunakan jasa kereta api, tapi perjalanan jarak dekat seperti ini termasuk pertama kalinya bagiku. Biasanya aku menggunakan jasa kereta bila menempuh perjalanan jauh. 

Waktu setengah jam berlalu tanpa terasa dan kami pun sudah tiba di Stasiun Cicalengka. Dari stasiun, perjalanan kami lanjutkan dengan naik Angkutan Umum. Hanya sebentar, sih! Mungkin jarak antara Stasiun menuju rumah Nurul sekitar 1-1,5 Km saja. Tapi bila ditempuh dengan berjalan kaki, pastinya cape juga ^_^

Begitu tiba di tempat tujuan, teman-teman lain sudah berkumpul. Bukan hanya itu, beberapa hidangan lain sudah menunggu. Mulai dari Nasi Timbel dan segala lauk pauknya, Kue Monde hingga gehu pedas beserta cengeknya :D


Sebenarnya tak ada tema istimewa dalam halal bihalal kali ini, hanya sekedar bersilaturahmi selepas Lebaran. Biar begitu, yang namanya paparazi tetap tak bisa melewatkan moment unik seperti ini. Maaf, jangan tanya kami sedang apa. Jujur saja, saat itu kami nggak sadar kamera. Apalagi sampai ngeh bisa berpose sekompak itu :D


Hari semakin beranjak sore tanpa terasa. Meski masih betah dan ingin berkumpul lebih lama, kami terpaksa harus pamit pulang mengejar kereta tujuan Bandung. Tapi sebelum pulang, kami menyempatkan diri untuk mengabadikan momen-momen kebersamaan ini dengan beragam ekspresi. Gayanya keren, nggak?  :D







Itulah sekilas  catatan perjalanku bersama teman-teman di Flp Bandung. Kuharap, ini bukan yang terakhir tapi masih terus berlanjut di catatan-catatan berikutnya...

Sabtu, 02 Februari 2013

Anggap saja, Sebuah Misteri!


Sebenarnya, keinginan untuk belajar bahasa Mandarin sudah ada sejak lama. Alasannya? Pertama, setahuku bahasa Mandarin itu menjadi bahasa Internasional kedua setelah bahasa Inggris.  Ya biarpun bahasa Inggrisku masih tergolong pasif, setidaknya aku masih punya kemampuan lain. Biarpun tetap pas-pasan, masih tetap boleh, kan? :D  
Kedua, aku memang ingin menguasai bahasa asing lain, selain bahasa Inggris. Hampir sebagian besar orang-orang yang kukenal, menguasai bahasa Arab ataupun Jepang. Sedangkan aku, ingin memiliki kemampuan yang berbeda dari mereka. ^ ^  
Sayangnya, saat itu kursus bahasa Mandarin masih jarang ditemui. Belum lagi, dengan padatnya aktifitas menguras yang perhatian. Hingga lama kelamaan, keinginan itu menghilang dengan sendirinya.   
Hingga satu waktu, salah seorang teman mengabarkan bahwa klab bahasa MKAA (Museum Konferensi Asia Afrika) sedang membuka kelas baru. Dengan berbagai pilihan kelas diantaranya kelas bahasa Arab, kelas bahasa Jepang (klab Heiwa), kelas bahasa Mandarin (klab Nihao), kelas bahasa Prancis, serta kelas bahasa Sunda.  
Akan tetapi, dari sekian banyak kelas yang ada, kelas bahasa Esperantolah yang paling banyak diminati. Belakangan ini, beberapa negara di Eropa sudah menggunakan bahasa Esperanto ini sebagai bahasa pemersatu di kawasan Uni Eropa.
Bahkan konon katanya, beberapa media cetak di sana, sudah menggunakan bahasa Esperanto sebagai bahasa pengantarnya. Sungguh, saya mulai tergoda untuk mendaftar kelas Esperanto yang ramai dibicarakan itu.   
Meski demikian, aku tak ingin tergoda. Aku tetap pada pendirianku sejak dulu, ingin belajar bahasa Mandarin.  Beberapa orang teman memang kurang mendukung pilihan ini. Mereka bilang bahasa Mandarin ini terlampau sulit, lebih baik ikut kelas Esperanto saja yang lagi naik daun. Eh maksudnya, lagi ramai-ramainya. Hingga akhirnya, aku tetap memilih belajar di kelas Mandarin, sendirian.
Mulanya, jadwal kelas Mandarin setiap sabtu pukul 10.30-12.00 siang. Akan tetapi, pada pelaksanaannya diubah menjadi hari minggu pukul 13.00-14.30 siang. Waktunya, cukup tanggung memang, tapi sudahlah. Yang penting harus tetap belajar dengan semangat. ^_^


Aku dan klab Nihao
Sejujurnya, pertemuan pertama ini benar-benar diluar dugaan Selama ini, aku benar-benar tak punya bayangan sama sekali tentang bahasa Mandarin. Jadi kupikir,  kami akan mulai dikenalkan dengan hal-hal dasar. Seperti nama beberapa benda, nama hari, huruf, waktu, dsb. Ternyata dugaanku meleset. 
Di pertemuan pertama, kami  langsung diajarkan tentang dialog. Bagaimana cara memperkenalkan diri dengan bahasa Mandarin. Kok, langsung begini, ya? 

Nǐ hǎo
Wǒ de míngzì syfa
Wǒ zhù zài wàn lóng
Wǒ xǐhuan xiě 

Bingung? Sama, hehe...  Yaa, artinya kira-kira seperti ini
Halo
Nama saya syfa
Saya tinggal di Bandung 
Saya suka nulis

Nah sesudah  itu, kami juga diajari tentang beberapa nada pengucapan serta Pingyin (cara pengejahan dalam haruf latin). Katanya semua itu sudah menjadi syarat mutlak, bagi orang yang mau mempelajari bahasa Mandarin.
Kenapa? karena orang bilang bahasa Mandarin itu mempunyai seribu arti. Jadi, bila kesalahan sedikit saja dalam hal pengucapan. Maka otomatis akan mengubah arti dimaksud. 
Hmm, ribet juga ya!  
Awalnya, aku dan teman-teman cukup keteteran untuk mengikuti pelajarannya. Namun lama-kelamaan, kami mulai terbiasa juga. Biar begitu,  jujur kuakui kalau bahasa Mandarin itu memang tidak gampang untuk dipelajari. Apalagi kalau sudah berurusan dengan penulisan Hanzi/ Chinese Character.
Belum lagi, pengajar kami masih belum mengenalkan cara penulisan hanzi tersebut, membuat kami cukup bingung mengikuti pelajarannya. Beliau memang lebih menekankan agar kami mampu mendengar dan meniru pengucapan bahasa Mandarin itu sebaik mungkin. 
Bukan hanya itu. Ketika harus menyelesaikan tugas yang diberikan, kami sering bingung sendiri. Bukan karena tak sempat mengerjakan, tapi seringnya ada sebagian yang tidak kami pahami. Lagi-lagi, karena kami belum hafal dengan penulisan Hanzi.  
Belajar dari pengalaman. Saya sengaja mengamati bentuk hurufnya lebih dulu, baru kemudian mencocokkan dengan artinya. Maka jangan heran, bila kamarku terlihat berantakan saat mengerjakan tugas Mandarin. ^ ^
Meski tak ada larangan untuk saling mencontek dalam pengerjaan tugas, tapi saranku  sebaiknya jangan lakukan. Kenapa? Biarpun semua soal sudah terisi, tapi kita tak akan  ngerti apa-apa. Ibaratnya, kayak beli kucing dalam karung.
 Aku sendiri lebih senang menganggap semua soal itu seperti sebuah misteri. Anggap saja, kami sedang menyamar menjadi seorang detektif yang diberi tugas untuk memecahkan misteri tersebut. 
Cukup menyulitkan, sih! Cukup memeras otak, memeras konsentrasi serta menguji kesabaran tentunya. Tapi selebihnya, seru aja! Apalagi kalau sudah bertemu dengan kata bersenang-senang. Hmm, siapa yang tidak tergoda? :D 
Bersambung…
 ******



Jalan Braga, Okt–Nop 2012

Mama Cake

Pagi  itu, seperti biasanya aku membuka facebook untuk mengecek pekerjaan dan sejumlah info lainnya. Ternyata ada inbox dari salah seorang teman lama yang ada di Karawang. Alin You, namanya.
Dia bilang, mau minta bantuanku. Mulanya aku bingung, mau membantu apa? 
Ternyata dia baru menjadi salah seorang pemenang kuis di salah satu grup facebook. Hadiahnya, dua tiket gratis nonton premier film "Mama Cake" bersama kru Mizan. 
 Waa, kesempatan langka :)
Namun, karena jadwal tayangnya ternyata di hari kerja dan tentunya temanku itu tak bisa bolos dari kantornya. Akhirnya, dia menghibahkan tiket itu padaku. Alhamdulillah, kalo udah rezeki emang gak kemana :D
Kalau satu tiket buatku, berarti sisanya buat siapa? Hmm, bingung juga mau ngajak siapa, hehe... Soalnya, orang-orang yang rencananya bakal aku ajak, pasti pada sibuk kerja. Lain halnya kalo pas weekend, pasti banyak sukarelawan ^_^
Mulanya, aku coba mengehubungi Uchi. Sayangnya dia lagi di Medan. Mikir lagi, deh! Ngajak siapa lagi? Lalu, aku coba ngehubungi Teny. Untunglah dia mau dan kebetulan sedang tak sibuk. Akhirnya, aku dan Teny lah yang beruntung :D 


Kisah ini, berawal dari persahabatan antara tiga orang pemuda. Yakni Rakha, Willy, dan Rio. Di mana ketiganya memiliki karakter yang berbeda. Ada Rakha yang alim dan penurut, ada Willy turis lokal yang playboy, serta Rio seniman cinta yang sableng.
Petualangan selama 36 jam itu, bermula ketika Ayah Rakha menyuruh anaknya untuk membeli Brownies “Mama Cake” ke Bandung. Sesuai dengan amanat dari nenek Rakha yang sakit parah dan menginginkan brownies tersebut langsung dari pabriknya.
Parahnya, mereka bertiga harus kembali ke Jakarta tepat sebelum jam 1 siang. Padahal, jalanan tol yang macet memaksa mereka memutar arah, untuk mengambil jalur alternatif lain. Yakni via Karawang, Sadang, Subang, Lembang hingga akhirnya sampai ke Bandung.
Meski memang jadi lebih  jauh, tapi mereka tak punya pilihan lain. Sementara itu, Willy sengaja memaksa ikut dengan alasan ingin refreshing mumpung lagi weekend. Padahal dia ingin menemui cewek kenalan terbarunya di Bandung. Katanya sih cantik banget, indo Prancis.
Di tengah perjalanan, mobil mereka menabrak seorang pria gondrong yang menyebrang jalan tanpa sengaja. Rakha yang kebetulan memegang setir tentu saja panik, begitu pula dengan kedua temannya. Mereka bertiga shock, takut orang itu kenapa-napa.
Anehnya, orang itu tidak apa-apa. Dia juga tak luka ataupun cedera. Sepertinya, dia memang punya kelebihan. Dan ketika mereka hendak meneruskan perjalanan, Rio hilang. Rupanya dia sedang asyik bermain-main dengan kambing dan sapi.
Tentu aja, Rakha kesal. Dengan waktu yang semakin mepet, Rio malah asyik-asyikan main. Tak cukup sampai disitu, karena kebetulan searah, Rio malah mengajak orang itu ikut bersama mereka. Padahal Rakha dan Willy, menganggap orang itu sebagai sosok yang aneh
Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Rakha mencoba mengingatkan Willy agar berhenti berselingkuh dibelakang Loly, pacarnya. Dia kasihan pada Loly yang cantik dan begitu setia. Namun Willy selalu membohonginya. 
Selama ini, Rakha sudah mulai kesal dengan sifat playboy Willy. Sebagai teman baik, Rakha berharap agar Willy tidak menyia-nyiakan hubungan mereka yang sudah terjalin selama bertahun-tahun.
Sayangnya Willy salah paham. Dia mengira kalau Rakha terlalu ikut campur dengan kehidupan pribadinya. Dia malah mengejek Rakha sebagai anak yang terlalu penurut pada orang tua. Hingga tak pernah sadar, apa yang Rakha inginkan selama ini.
Ujung-ujungnya, mereka berdua bertengkar. Bahkan Rakha sengaja membuang ponsel milik Willy ke rerumputan yang ada dipinggir jalan. Tentu saja Willy marah-marah, baginya ponsel itu lebih penting dari segalanya. Selain menyimpan nomor-nomor cewek gebetannya selama ini. Ponsel itu juga menyimpan nama-nama klien kerjanya.
Akhirnya, mereka terpaksa menghentikan perjalanan untuk mencari ponsel tadi. Untunglah, ponsel itu bisa segera ditemukan. Tapi, mobil mereka tidak ada di tempatnya. Begitu pula dengan Rio. Padahal mereka pikir, Rio duduk dalam mobil menunggu.
Eh, ternyata Rio malah ada di seberang jalan, tetap asyik mengejar-ngejar kambing dan sapi. Sementara itu, mobil Rakha tetap raib entah kemana.  
Mereka bertiga kembali bertengkar, saling menyalahkan. Rakha sengaja naik angkot menuju Bandung untuk melaporkan mobilnya yang hilang. Lalu membeli brownies “Mama Cake” pesanan Neneknya dan berniat segera pulang kembali ke Jakarta.
Rio juga tak mau bersama Willy. Dia mengaku kesal dengan semua tingkah Willy yang sombong selama ini. Dia lebih memilih menyatu dengan alam. Kembali mengejar-ngejar kambing dan sapi hingga lupa waktu.
Akhirnya mereka bertiga berpencar. Rupanya, kejadian yang baru saja mereka alami itu, menjadi awal dari petualangan mereka.
Kembali ke Rakha..
Tanpa sengaja, Rakha bertemu seorang gadis cantik di toko Brownies. Penjual Brownies malah meminta keduanya berfoto agar bisa di pajang di toko mereka. Sesudah itu, Rakha buru-buru menuju ke stasiun untuk membeli tiket tujuan Jakarta.
Diluar dugaan, Rakha bertemu lagi dengan gadis tadi. Mawar namanya. Mereka pun berkenalan dan pergi makan di kantin stasiun. Sebelum berpisah, keduanya berharap bisa bertemu lagi di lain waktu.
Begitu duduk di kereta, Rakha baru sadar kalau brownies “Mama Cake” yang ada di tangannya telah hilang. Dia pun buru-buru turun dari kereta dan mencarinya kembali ke kantin. Sayang, brownies itu sudah tidak ada ditempatnya. Sementara, kereta tujuan Jakarta sudah berangkat lebih dulu.
Mau tak mau, Rakha harus kembali ke toko brownies “Mama Cake” tadi. Lalu, memesan tiket kereta lagi. Sayang, tiketnya sudah habis, karena kereta tujuan Jakarta hanya ada dua kali dalam sehari, yakni pagi dan sore. Jika tidak, dia harus naik bis atau travel.
Sebelum mendatangi full travel, Rakha malah bertemu dengan segerombolan preman. Mereka mengambil brownies, dompet, ponsel serta sepatu Rakha. Bahkan mereka juga sempat mengeroyok Rakha hingga babak belur.
Dengan langkah terhuyung Rakha mencari wartel, untuk mengabari ayahnya akan kondisinya serta minta dijemput pulang ke Jakarta. Setelah menasehati Rakha panjang lebar, akhirnya Ayah Raka bersedia menjemput dan menyuruhnya menunggu di Gedung Sate.
Rakha baru sadar kalau dirinya menelepon terlalu lama. Padahal tadi, dirinya meminta ijin menelepon hanya sebentar. Bahkan si penunggu wartel pun sudah berganti orang. Ketika tahu Rakha yang tak bisa membayar sepeserpun, orang itu pun mengejar-ngejar Rakha dan meneriakinya maling. Kontan orang-orang sekampung pun, ikut-ikutan mengejarnya.
Untunglah Rahka menemukan mobil pick up yang penuh dengan tomat. Dia pun segera bersembunyi dan ikut dalam mobil itu. Hingga akhirnya, dirinya tiba juga di depan Gedung Sate untuk menunggu jemputan.
Kembali ke Willy..
Akhirnya, Willy berhasil menemui gadis Indo Prancis kenalannya itu. Sayangnya sangat tidak sesuai dengan perkiraannya selama ini. ternyata gadis itu sangat gemuk dan hanya mengaku-ngaku Indo. Willy kecewa.
Kemudian dia kembali melakukan perjalanan untuk menemui cewek kenalannya yang lain. Hingga satu waktu, dia bertemu dengan seorang cewek, pacar salah seorang anggota genk motor. Keduanya pun pergi ke salah satu tempat terindah yang ada di kota Bandung. Begitu tahu, pacarnya bersama dengan pemuda asing. Maka sekelompok genk motor mendatangi keduanya serta mengeroyok Willy hingga pingsan.
Ada yang menarik di sini, saat roh Willy keluar dari tubuhnya. Kenapa decak darah yang ada dikaosnya lebih banyak dari kaos yang dipakai jasadnya? Tak percaya, buktikan sendiri..  Untunglah Willy terselamatkan oleh suara sirene. Mereka mengira polisi datang, padahal sebenarnya hanya suara ambulance :D
Begitu sadar, Willy buru-buru pergi dari tempat itu. Dia berjalan terseok-seok hingga akhirnya menemukan taksi dan menyetopnya. Dia meminta supir taksi mengantarkannya ke full travel. Akan tetapi, begitu melintas di depan Gedung Sate Willy melihat Rakha kedinginan dan sendirian. Willy pun memutuskan untuk turun dan menemani sahabatnya. 
Kembali ke Rio..
Sepeninggal kedua sahabatnya, Rio begitu bebas melakukan segala keinginannya sesuka hati. Ingin menyatu dengan alam, hingga membuang semua benda yang dia kenakan ditubuhnya selama ini. Mulai dari ponsel, jam tangan bahkan hingga sepatu.
Tanpa terasa, hari sudah semakin sore. Rio melangkah tanpa tujuan, menyusuri pematang. Tanpa sengaja, dirinya bertemu kembali dengan sosok aneh yang mereka temui tadi. Keduanya pun berjalan menuju Musholla kampung.
Suasana damai sangat terasa disekelilingnya. Orang aneh itu mengajak Rio untuk shalat berjamaah. Tapi, Rio menolaknya dengan halus. Dia bilang, saat ini dirinya belum siap. Orang aneh itu tidak marah, justru dia malah mengajari Rio bagaimana cara berwudhu dengan baik.
Tak hanya itu, dia juga mengatakan kalau shalat itu mengandung lima unsur yang tidak bisa dipisahkan. Pertama, saat kita berdiri kokoh, itu menandakan bahwa kita harus teguh pada pendirian dan pilihan hidup kita selama ini.
Kedua saat Ruku, itu menandakan bahwa kita harus menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Jangan sampai mengorbankan suatu hal demi hal lain yang tidak ada manfaatnya. Ketiga saat Sujud, itu menandakan bahwa kita tak boleh sombong ataupun tinggi hati karena masih ada yang lebih tinggi dari posisi apapun di dunia ini, Yakni Allah SWT.
Keempat saat Salam, itu menandakan bahwa hidup kita di dunia ini tidak sendirian. Kita harus saling tolong menolong dengan sesama.
Begitulah Islam mengajarkan umatnya, untuk menjadi agama keselamatan bagi semua makhluk yang ada di dunia ini. Dan yang terakhir semua itu tak akan berarti apa-apa bila tidak dibarengi dengan ikhlas.
Kembali ke Gedung Sate..
Rakha dan Willy kembali berbaikan. Keduanya menunggu mobil jemputan yang dikirim ayah Rakha. Sambil menunggu, Willy sengaja menelepon pacarnya, Loly untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya selama ini.
Di luar dugaan, ternyata Loly sudah tahu semuanya. Meski demikian, dia tetap mau memaafkan Willy. Sementara itu, Rakha sengaja mengobrol dengan pemilik warung yang ada di depan Gedung Sate.
Tak lama berselang adzan Shubuh berkumandang, Rakha dan Willy pun shalat di mesjid terdekat. Usai shalat, sepupu Rakha datang untuk menjemput mereka berdua.
Namun sebelum kembali ke Jakarta, Rakha memaksa untuk mendatangi toko brownies “Mama Cake” yang masih tutup. Tentu aja, mana ada toko yang sudah buka, shubuh-shubuh begini.
Mulanya, pemilik toko tidak bersedia menemui keduanya dan dan meminta mereka kembali lagi nanti siang. Tentu saja Rakha menolak, karena dia ingin buru-buru kembali ke Jakarta dengan membawa brownies “Mama Cake” pesanan Neneknya.
Willy pun ikut membantu membujuk pemilik toko, agar mau menjual  brownies “Mama Cake” pada sahabatnya. Dia bilang, brownies itu adalah permintaan terakhir Nenek Rakha yang sudah sekarat.
Jika tidak dituruti, maka roh Nenek Rakha akan mendatangi tempat itu. Karena takut dihantui, akhirnya pemilik toko pun mengalah. Dia mau menjual brownies “Mama Cake” yang tinggal satu-satunya. Rakha dan Willy pun bisa bernafas lega.
Tanpa membuang waktu, kedua langsung bersiap untuk meneruskan perjalanan, untuk segera kembali ke Jakarta. Namun di tengah perjalanan, antara sadar dan tidak Rakha seperti melihat bayangan Rio.
Dia pun buru-buru menghentikan mobilnya. Lalu melangkah mengikuti instingnya. Sementara Willy dan sepupu Rakha hanya bengong dan mengikutinya dari belakang. Benar saja. Ternyata, mereka menemukan sosok Rio sedang tidur terlentang di sebuah Mushalla.
Sesudah itu, mereka kembali meneruskan perjalanan. Mungkin karena saking lelahnya, mereka semua tertidur pulas. Hanya menyisakan sepupu Rakha yang sedang menyetir. Karena merasa lapar dan tak ada seorang pun yang bisa diajak bicara, sepupu Rakha malah memakan brownies tadi.
Begitu tersadar kalau browniesnya sudah tidak utuh lagi. Rakha mulai emosi. Tak cukup sampai di situ, ketika lampu merah sepupu Rio malah memberikan sisa brownies tersebut pada anak-anak pengamen jalanan. Kontan, Rakha marah-marah.   
Willy dan Rio berusaha menenangkan sahabatnya. Mereka mencoba mencari brownies “Mama Cake” di cabang terdekat yang ada di Jakarta. Namun, semua stoknya kosong.  Hampir saja, Rakha putus asa. Jika tidak melihat penjual mawar.
Rakha langsung teringat mawar. Seorang gadis cantik kenalannya di stasiun. Sayang, dia lupa nomor Mawar karena ponselnya hilang. Biar begitu, Rakha tetap berusaha mengingatnya. Lalu menghubunginya secara acak.
Entah sudah berapa puluh kalinya salah sambung, hingga akhirnya tersambung juga dengan Mawar. Beruntung, Mawar masih memiliki brownies “Mama Cake” di rumahnya. Mawar pun menyuruh Rakha mengambilnya sendiri ke rumahnya.
Kemudian, Rakha bergegas menuju Rumah Sakit untuk menengok neneknya. Di dekat lift, Rakha bertemu kembali dengan sosok orang aneh yang mereka tabrak, tempo hari. Rakha pun segera menuju lantai tiga, kamar nomor 13.
Tapi ternyata kamar tersebut sudah kosong dan sedang dibereskan oleh petugas. Rakha lunglai dan terduduk lesu di lobi Rumah Sakit. Di luar dugaan, Rakha mendengar suara Nenek memanggil namanya dan mendekatinya.
Ketika melihat Rakha membawa brownies “Mama Cake” pesanannya, Nenek Rakha langsung memakannya dengan lahap. Rakha hanya memperhatikannya dengan tatapan puas. Akan tetapi, semua bayangan itu langsung buyar saat sepupu Rakha membangunkan Rakha dan memintanya untuk segera menemui Nenek di lantai atas.
Ah, rupanya tadi Rakha sempat terlelap. Lagipula dia salah lantai. Tadi dia malah mencari Neneknya di lantai dua. Padahal seharusnya, Nenek Rakha ada di lantai tiga.
Benar saja, begitu sampai di lantai tiga kamar nomor 13, semua sudah berkumpul termasuk Ayah Rakha. Sayang, Rakha sudah terlambat. Neneknya baru saja meninggal beberapa menit yang lalu. Sementara  brownies “Mama Cake” yang dibawanya, masih terlihat bersisa. Kalau memang Nenek Rakha sudah meninggal, lalu siapa yang memakannya barusan.?
At least, sebenarnya saya suka dengan alur film ini. Patut saya acungin dua jempollah. Dari sesuatu hal yang sederhana yakni amanat, membeli brownies di Bandung. Tapi bisa berkembang menjadi berbagai konflik, dengan penyelesaiannya yang apik.
Meski terkesan film humor, namun banyak pelajaran berharga yang bisa diraih penontonn. Seperti persahabatan, menjalankan amanah serta nilai-nilai keislaman.
Sayang sekali, hingga akhir kisah, saya belum menemukan apa hubungan antara Rakha, Nenek Rakha serta brownies “Mama Cake” itu?
******                                    




Bandung Indah Plaza, 13 September 2012

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...