Minggu, 15 April 2012

Jalan-jalan ke Mizan

Klub Penulis Cilik SDIT Lukmanul Hakim-Bandung

Sebenarnya, aku masih ingin bermalas-malasan, pagi ini. Sayangnya, aku sudah berjanji akan mengantar adik-adik eskul KPC berkunjung ke penerbit Mizan. Kalau bukan karena janji, rasanya aku enggan untuk keluar rumah.
Pagi-pagi seperti ini, aku masih asyik berkutat di depan layar komputer. Biasanya, aku takkan beranjak ke mana-mana usai shalat shubuh hingga sebelum matahari bersinar lebih tinggi. Rasanya, itulah waktu-waktu favoritku.
Kebiasaan lamaku, mungkin terbilang aneh. Jujur, aku paling sulit bangun malam dan mengerjakan sesuatu. Kecuali ada hal  lain, yang memaksaku untuk membuka mata lebar-lebar. Menjelang deadline, misalnya.

Akibatnya, pagi ini aku lebih sibuk dari biasanya.
Sesuai dengan kesepakatan, rombongan kami sudah di tunggu oleh pihak Mizan pukul 9.00 pagi. Mau tak mau, aku harus pergi dari rumah lebih awal. mengingat jarak antara rumah dan sekolah, lumayan jauh.
Ah, kenapa harus rabu pagi segala. Jadwal libur kakakku kan, hanya selasa dan jum'at. Jadi tidak ada orang yang bisa mengantarkanku ke sekolah. Hhh, terpaksa aku harus nyari tukang ojeg.
Pukul 8.00 kurang, aku bergegas menuju ke pangkalan ojek dekat rumah. Sayangnya, pangkalan ojek yang biasanya ramai itu sedang sepi. Hanya ada seorang bapak paruh baya yang duduk melamun di atas motornya.
"Ojek, pa?"
"Kemana neng, ke depan?" tanyanya.
"Bukan... Ke Cingised," jawabku.
"Cingised teh di mana?"
"Ngg... Cingised itu ada dipertigaan antara Antapani, Parakan Saat dan Panghegar," aku menjelaskan sekenanya.
Soalnya aku juga tidak terlalu faham dengan daerah tersebut. Kalau bukan karena tugas membimbing adik-adik SDIT Lukmanul Hakim belajar menulis. Aku yakin tak pernah tahu, apalagi sampai bolak-balik ke sana setiap sekali dalam sepekan.
Lelah, cape... Kepanasan, kehujanan... Atau bahkan sering kebanjiran. Karena area sekitar sekolah, memang masih dikelilingi oleh pesawahan di mana-mana. Tapi begitu, tiba di sekolah rasanya semua hilang seketika melihat celoteh dan semangat mereka untuk belajar ^_^

Merajut Mimpi

Satu waktu, salah seorang kenalan bertanya, "Maaf, punya novel  Dorama Sepasang Albana?" tanyanya.
Meski kepala ini menggeleng, tapi tiba-tiba saja pikiranku melayang pada sebuah buku dengan background biru dan seorang wanita berjilbab putih.
Dulu, aku memang pernah melihatnya di toko buku langgananku. Saat itu, aku hanya meliriknya sepintas. Kurasa itu hanya novel religius biasa, apa menariknya? Ternyata, setelah berbincang sebentar dengan kenalanku ini, barulah aku tahu termasuk salah satu novel best seller yang ada di negeri kita.
Akhirnya, aku mulai penasaran dan ingin membacanya juga. Sayang, stocknya sudah habis dimana-mana. Aku kecewa. Terpaksa aku terus mencarinya di beberapa blog teman dan toko buku online 
Sungguh aku menyesal, kenapa bukan dari dulu saja, aku membeli dan membacanya. Terkadang manusia memang seperti itu. Hanya mengukur sesuatu dari tampilan luarnya saja. Aku juga sama. Padahal, Allah tidak begitu, kan?
Lambat laun, aku baru tahu kalau penulisnya yakni mba Ary Nur adalah salah seorang pemenang sayembara novel yang diadakan Mizan hingga naskahnya sampai mendapat kesempatan untuk dibukukan oleh salah satu penerbit besar di Indonesia.
Sayang sekali, bukan itu yang menjadi topik bahasan kita kali ini. Sebab, aku malah tertarik dengan novel kelanjutannya yang berjudul "Dilatasi Memori." Kenapa? karena dengan membacanya saja, aku seperti tersadarkan bahwa aku masih punya mimpi yang sempat terlupakan.
Ketika semua orang telah sibuk dengan mimpi masing-masing. Bolehkah aku ikut merasakannya juga? Aku juga manusia biasa, sama seperti mereka. Aku juga punya impian, sama seperti tokoh Rani dan Ryan yang ada dalam novel tersebut.
Jujur kuakui, kalau selama ini aku terlalu sibuk dengan urusan yang tak seharusnya. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mungkin meninggalkan mereka begitu saja, apapun alasannya.
Kalau boleh meminta, aku juga ingin merajut mimpiku sendiri. Bebas menata hidupku sendiri, tanpa adanya campur tangan pihak lain. Namun, aku harus berpikir seribu kali. Andai aku pergi, bagaimana dengan mereka.
Tak mungkin rasanya, bila aku menuntut kedua kakakku untuk menggantikan posisiku saat ini. Terlalu egois. Bukankah keduanya telah memiliki kehidupan masing-masing? Tapi, apa pernah mereka berpikir tentang kehidupanku dan masa depanku sendiri? Pernahkah?
Ah, aku tak ingin membahasnya. Semakin sedih hatiku, jika membicarakan hal ini lagi. Meski hati ini masih belum bisa menerima keadaan ini sepenuhnya. Tapi, aku akan berusaha untuk bersikap ikhlas dan sabar. Mungkin, inilah salah satu episode hidup yang harus kujalani dengan sebaik-baiknya.
Aku yakin, Allah tidak akan diam saja. Aku yakin, suatu hari nanti Allah akan memberikan kesempatan itu hadir di hadapanku. Semoga...

Bukan sekadar Perahu Kertas


Seberapa lama kau mengenalku?Aku takkan berubah hanya karena statusku yg berubah

Saat kali pertama membuka halaman pertamanya, aku langsung jatuh hati pada karya Dee yang satu ini. Perahu kertas, namanya. Meski judulnya begitu sederhana, seserhana bentuk perahu kertas yg biasa dilipat anak TK.
Dee mengemas kisahnya dengan apik. Hingga ceritanya mengalir apa adanya tapi tidak membosankan pembacanya. Rasanya, tak ada yang kebetulan di dunia ini. Tapi, sepertinya  tokoh kugy mirip sekali dengan diriku dan kehidupanku. 
Selain tubuhnya yang mungil, kugy juga bercita-cita menjadi penulis dongeng. Sementara aku, saat ini sedang belajar menjadi seorang penulis cerita anak. Ada satu hal yang menggelitik perasaanku. 
Ko, bisa ya! Kugy dan Keenan menerima pasangan masing-masing. Meski hati mereka terluka tapi keduanya bisa tetap konsisten memegang janji persahabatan mereka.Ah, indahnya! Andai saja, aku bisa seperti mereka ^_^
 Disini tak ada Kugy, ataupun Kenaan yang pandai  menggambar. Yang ada hanya aku, dia dan Allah tentunya...
Akhir  Januari ini, genap tiga tahun dia pergi. Tiga tahun itu, tidak lama dan tidak juga sebentar. Tak mampu kutepis, kalau kerinduan tak pernah hilang dari pikiranku. Rasanya, sulit sekali menemukan orang yang bisa menggantikan dirinya di hatiku. 
Aku memang salah. Selama ini, aku terbiasa menyimpan namanya di hati ini. Aku  terbiasa mengenangnya dalam ingatan ini. Kenapa? Karena dia bukan lagi sekadar teman, sahabat atau seorang kekasih sekalipun. 
Ketulusannya selama ini, sudah tak diragukan lagi. Dia selalu ada untukku. Ukuran jarak dan waktu, takkan pernah bisa menggerusnya. Kini, kami hanya bisa berusaha untuk menjaga tali silaturahim ini, agar tidak hancur dan patah. 
Namun, kabar itu bagaikan petir di siang bolong. Sebuah sms yang masuk, membuat mataku terpana. Tepat dua hari selepas Idul Fitri, dia memberi kabar yang sangat mengejutkan. Rupanya, dia akan segera melangsungkan 'Walimatul Ursy' tepat seminggu kemudian. 
Aku tahu, semua keadaan ini pasti akan menyapaku cepat atau lambat. Bukankah dulu, aku pernah berjanji untuk mencarikan permaisuri hati untuk dirinya. Dan inilah saatnya, dia telah menemukan labuhan hatinya. Ikhlas... ikhlas...
Sayang, aku hanya orang biasa. Hatiku juga bisa terluka dan kecewa. Mungkin aku mulai cinta, entahlah. Aku tak pernah bisa memahami apa yang ada dalam hatiku. Yang jelas, aku sudah terlanjur sayang padanya. Aku tak peduli dia mencintai siapa, aku tak peduli dia menikah dengan siapa.  
 Tapi sungguh, rasanya separuh jiwaku raib entah kemana. Bukan hanya setahun dua tahun ini aku mengenal dirinya. Tak mungkin aku tiba-tiba memutuskan tali silaturahim yang telah susah payah kami retas bersama, hanya karena dia menikah.
 Mulai sekarang, semua itu takkan pernah ada lagi… bahkan hanya untuk mengingatnya pun sudah terlarang untukku. Mungkin akan lebih baik, jika aku sendiri yang mencoba menjauh darinya. Sayang, dia tak pernah mau menerimanya. 
Akh… dia memang dia, dengan semua keunikan yang ada dalam dirinya. Dia tak pernah berubah, sama seperti pertama kali aku mengenalnya. Tidak dulu, tidak sekarang, dia masih  tetap ingin berada di tempat yang sama...
Biar sang waktu…
telah melempar jauh kebersamaan yang ada
Biar sang waktu…
telah memangkas habis kerinduanku padanya
Biar semua orang meragukan keberadaannya
tapi.. ketulusan itu takkan pernah sirna
Kini, tak ada hal lain yang bisa kulakukan untuknya. Aku juga tak bisa menuntut apapun darinya. Hanya satu harapku, agar dia bisa tetap menjaga komitmen serta janji yang telah kami ucapakan. Biar orang lain sudah tak peduli, aku akan tetap peduli.
Bagaimana pun keadaannya, dia akan selalu ada dihatiku dan takkan pernah tergantikan oleh siapa pun. Biarlah kisah ini menjadi jelmaan Kugy dan Keenan dalam alam nyata.
****

Rabu, 11 April 2012

Azalea

Azalea adalah sesuatu yang terserak.
Azalea adalah bunga liar yang tumbuh di bukit-bukit gersang, yang banyak dianggap oleh orang sebagai bentuk sebuah perdamaian. Banyak hal penting yang ada di sekitar kita yang berlalu begitu saja, karena belum atau tidak adanya pemahaman, karena kita selalu menganggap masalah yang sederhana.
Azalea adalah bahasa pemahaman. Ada bukan karena di adakan, hadir bukan karena dihadirkan. Azalae begitu apa adanya, sehingga begitu mudah untuk dipahami, namun begitu sulitnya kita untuk bisa mencoba memahaminya. 
 Memahami memang tidak hanya melihat , mendengar, tahu, namun juga mengerti arti sesungguhnya. Untuk bisa paham, kita harus dekat, melekat atau bersama. Merasa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Azalea adalah pembelajaran. Bila tidak pernah merasa tinggi, mengapa takut jatuh, bila tidak merasa mulia, mengapa merasa dihinakan, bila tidak pernah bersama, mengapa takut ditinggal.
Azalea adalah bahasa keikhlasan. Walaupun tidak di tanam ia tumbuh, tidak disirami ia mekar, dan azalea selalu menyejukkan dan meninggalkan kesan indah. Semoga kita selalu dijadikan orang-orang yang bisa mengambil hikmah pembelajaran.

 Sumber:
 http://tazkiana.wordpress.com/2010/04/21/azalea-sebuah-pembelajaran/

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...