Kamis, 29 Oktober 2015

Road to Lembang part 1 (Floating Market Lembang)


Sebenarnya sudah sejak lama, aku berencana mengunjungi Floating Market Lembang bersama keluarga. Sayangnya, rencana itu masih belum kesampaian juga hingga sekarang. Kata orang sih, tempat wisata yang satu ini cukup unik. Hmm, seunik apa ya? Aku jadi semakin penasaran.
Daripada penasaran, aku mulai berburu informasi mengenai Floating Market Lembang. Tidak disangka, ternyata banyak juga website yang mengulas tentang tempat wisata yang satu ini. Mulai dari ulasan yang sederhana hingga ulasan yang paling lengkap. Meski demikian, aku tetap merasa masih ada yang kurang, kalau belum datang sendiri.
Aah, siapa yang menyangka kalau aku berhasil mengunjungi tempat wisata ini, tanpa sengaja. Sungguh di luar dugaan. Semua ini berawal dari kunjunganku ke rumah Dinny teman sekelasku, sabtu lalu. Kebetulan, dia orang Lembang dan kalau tak salah, rumahnya juga dekat dengan Floating Market Lembang
Ah kesempatan, nih! Kalau kata peribahasanya "Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui". Sekali silaturahmi, sekalian refreshing dan menghabiskan kepenasaran, hahaha....
“Inginnya sih, jalan-jalan dulu sebelum pulang ke Bandung!" ujarku malam itu
"Iya, hayuk. Memangnya mau jalan-jalan ke mana?” tanya Dinny. 
“Hmm, kemana ya? Yang deket-deket aja, soalnya aku nggak ada persiapan buat piknik dan jalan-jalan," pintaku lagi. 
"Oke siap. Tapi di sekitar sini kan, tempat wisata semua, hehe...”
“Ah iya juga,” balasku yang merasa konyol sendiri.
Ngg, kalau ke Floating Market Lembang?” usulku lagi
“Boleh, aku juga belum pernah ke sana, ko” balas Dinny.
“Haa, orang Lembangnya belum pernah ke sana juga?” tanyaku heran.
Sementara Dinny hanya melempar senyum, sembari beranjak meninggalkanku. Lalu, menghidangkan tiga gelas bandrek dihadapan kami.
“Lho ko, gelasnya ada tiga, Din?” tanyaku heran.
“Kan, Huda mau kesini!” balasnya.
“Oo gitu. Syukurlah, sudah lama juga tidak bertemu dengan Huda,"          Begitu Huda datang, kami langsung asyik mengobrol. Maklum saja, sudah hampir dua bulan lebih kami tidak pernah bertemu. Ditemani segelas bandrek, obrolan kami bertiga terasa semakin seru dan hangat.
“Trus, jadinya kita mau kemana?” tanya Huda memastikan.
“Naah justru itu, aku jadi bingung sendiri. Habisnya, terlalu banyak tempat wisata yang ingin sekali aku kunjungi. Padahal kan, waktu yang kumiliki terbatas dan entah kapan bisa berkunjung ke Lembang lagi,  keluhku sembari menyeruput bandrek. 
“Kalau begitu, mending yang dekat dari rumah saja. Selain lebih menghemat waktu dan tenaga, juga menghemat saku. Maklum, akhir bulan, hehe...” saran Huda.
"Hmm, gimana kalau Floating Market Lembang?" tawarku sembari melirik kedua sahabatku. Kami bertiga langsung melempar senyum, lalu menyatukan jempol masing-masing. Esok pagi, petualangan dadakan ini akan segera dimulai.
    ******

Usai menghabiskan bubur kacang sebagai sarapan, kami langsung bersiap menuju "Floating Market Lembang". Kami tidak ingin berdesak-desakan dengan pengunjung lain. Apalagi saat akhir pekan seperti ini, jumlah pengunjungnya bisa bertambah hingga dua kali lipat, bahkan lebih. 



Ternyata benar, Floating Market Lembang sangat dekat dengan rumah Dinny. Saking dekatnya, hanya perlu lima menit saja dengan berjalan kaki. Itupun, lantaran kami harus berjalan memutar menuju pintu gerbangnya. Setelah melalui jalan yang menikung dan menurun, kami mulai memasuki pintu gerbang utama. Dari arah pintu gerbang utama sudah terpampang pengumuman, harga tiket masuk sebesar Rp 15.000/ orang. Sedangkan tarif parkir kendaraan berkisar antara Rp 5000/ motor dan Rp 10.000/ mobil. 
Seorang petugas, langsung menyongsong kami dan menawarkan tiket masuk seharga Rp 15.000 per orang. Awalnya kamu sedikit ragu untuk membeli tiket darinya, khawatir dia hanya seorang calo. Namun kekhawatiran kami itu tidak terbukti. Justru petugas tersebut menunjukkan beberapa loket resmi yang penuh dengan antrian kendaraan bermotor, baik roda empat ataupun roda dua.  
Di saat akhir pekan seperti ini, jumlah pengunjung Floating Market Lembang cukup melonjak. Sehingga pihak penyelenggara sengaja menurunkan beberapa orang petugas untuk melayani pengunjung tanpa kendaraan atau pejalan kaki seperti kami. Ooh begitu rupanya!
Dari pintu gerbang, kami mulai memasuki area parkiran yang sangat luas. Di mana sebagian areanya sudah terisi dengan berbagai jenis bus. Mulai dari bus ekonomi hingga AC Eksekutif. Ada beberapa bus yang baru datang, namun tidak sedikit pula bus yang bersiap meninggalkan tempat ini. 
“Waah, Huda baru tahu kalau tempat parkirannya seluas ini!” cetus Huda.
"Ramainya, seperti terminal aja, hahaha,” timpal Dinny.
“Ya lebih luas tempat inilah. Tempat parkirannya sudah seluas ini, apalagi tempat wisatanya.” tambah Huda lagi. 
Kami bertiga terus melangkah mengikuti para pengunjung lain, tapi sepertinya kami tidak menemukan gerbang utama. Yang ada hanyalah berpapasan dengan pengunjung lain yang tengah memarkirkan kendaraan mereka.
"Ngomong-ngomong, gerbang utamanya di mana?" tanyaku.
"Bukannya kita hanya berkeliling area parkir, sedari tadi?" lanjutku lagi.
"Ah iya, benar juga."
"Kita ikuti orang lain saja. Siapa tahu ada yang baru datang seperti kita," usul Huda.
"Setuju."
Saat melihat seseorang muncul dari sisi kanan, kami pun ikut berbelok ke arah yang sama. Benar saja, kami bertiga sudah berada dalam lokasi  wisata ini. Untunglaah, kami tidak salah mengikuti orang, hahaha... 
Saat pertama kali menginjakkan kaki di kawasan ini, kami langsung takjub dengan keindahan alamnya yang mempesona. 
Bagaimana tidak, pemandangan sebuah danau buatan yang eksotis, dihiasi dengan aneka design taman yang tidak membosankan. Bukan hanya itu, udara sejuk serta semilir angin menambah suasana menjadi semakin romantis. Maka tak heran, apabila para pengunjung ingin mengabadikan moment langka seperti ini.
Meski hari masih pagi, ternyata banyak pengunjung lain, yang sudah datang lebih dulu. Ada yang sibuk berlalu lalang, namun ada pula yang hanya duduk santai menikmati pemandangan. Kalau melihat dari gerak gerik dan tutur katanya sih, kebanyakan memang orang asing. Mereka pasti datang dari luar Bandung, luar Sunda maupun luar negeri. Lalu sekarang, dimana para pedagangnya? Bukannya "Floating Market Lembang" itu terkenal dengan pasar terapungnya? Sebenarnya, papan nama “Floating Market Lembang” sudah terlihat dari kejauhan. 
Nah, ada dua cara untuk mencapainya. Pertama, dengan naik perahu penyebrangan yang telah disediakan penyelenggara. Pengunjung hanya perlu merogoh saku Rp 2000/orang untuk bisa sampai ke seberang danau. Cukup murah, bukan? Sedangkan cara kedua, yakni dengan berjalan kaki menelurusi pinggiran danau. Kami bertiga memang sepakat untuk mencoba cara kedua. Kalo nggak mau cape bukan berpetualang, namanya. 
Bagi yang merasa pegal dan lelah berjalan kaki, jangan khawatir. Tersedia banyak tempat duduk di pinggiran danau. Mulai dari batu, kursi yang berdesain mewah, hingga seonggok kayu yang sengaja didesain seperti pohon yang tumbang.
Sementara di sisi lainnya, terdapat beberapa saung gazebo yang bisa kita sewa. Harga sewanya rata-rata sekitar Rp 100.000/jam. Bahkan ada pula yang mencapai Rp 200.000/jam. Waah, mahal juga yaa! 
Sejujurnya, aku tidak habis pikir kenapa harga sewa bisa semahal itu. Padahal, tempat duduk yang ada di pinggiran danau juga sudah gratis. Jadi buat apa masih mencari tempat yang berbayar? Pantas saja, bila saung-saung gazebo ini terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang pengunjung saja yang terlihat duduk sebentar, lalu melanjutkan perjalanan mereka kembali.
Jalanannya cukup memutar dan melelahkan, memang. Namun pemandangan dan fasilitas lain yang ditawarkan, sangat berbanding lurus dengan rasa lelah yang kami rasakan.
Selain pemandangan yang memanjakan mata, Floating Market Lembang juga menghadirkan beberapa outlite, seperti: kaos, kerajinan tangan, merchandise, oleh-oleh khas bandung, dsb.

Sementara kalau bicara fasilitas penunjang, aku acungkan dua jempol untuk "Floating Market Lembang". Ketika waktu sholat tiba, beberapa mushola yang bersih dan rapi telah tersebar di setiap sisinya, sangat menunjang bagi kekhusuan ibadah.
Satu hal lagi, tempat sampah juga tidak pernah absen di setiap sudutnya. Mulai tempat sampah organik, hingga tempat sampah non organik. Bukan hanya itu, para petugas kebersihan yang ditempatkan di setiap sudut pun siap menetralisir kebersihan wilayahnya.
Nah, bagi pengunjung yang kebetulan membawa buah hatinya, wahana rumah kelinci menjadi salah satu pilihan. Kelinci, hewan berbulu yang lucu dan menggemaskan. Siapa yang tidak menyukainya, terutama anak-anak. 
Selain itu, ada pula wahana angsa dan ikan mas yang tidak pernah luput dari perhatian anak-anak. Bagaimana tidak? disini, pengunjung diperbolehkan untuk berinteraksi langsung dengan kedua binatang tersebut. Caranya, gampang. Pengunjung hanya membeli pakan, seharga 5000/ bungkus.  Setelah itu, mereka bisa memberi pakan secara langsung pada angsa ataupun ikan mas. 
Hari sudah semakin siang, pantas saja perut kami mulai terasa keroncongan. Lagipula kami sudah kehabisan gaya untuk berfoto-foto lagi. Mungkin karena perutnya yang sudah mulai lapar. Hingga akhirnya, kami putuskan untuk pulang. Namun sebelum pulang, aku masih penasaran dengan ‘Welcome Drink’ yang sering disebut orang. Sehingga aku mengajak kedua sahabatku ini untuk ikut berbaur dengan pengunjung lain yang baru datang.
Benar saja, ada sebuah bangunan yang dihiasi oleh ukiran kayu jepara. Di tengah-tengahnya, terpampang tulisan ‘pintu masuk’. Ah, kenapa kita tidak pernah melihatnya tadi?
Kami bertiga pun berpura-pura seperti yang baru datang. Kami juga ikut masuk ke dalam pintu tadi, bersama pengunjung lain yang baru datang. Ternyata benar, di sana sudah banyak pengunjung yang mengantri untuk menukarkan tiket masuk dengan ‘Welcome Drink’. Ada tujuh macam pilihan minuman. Ada chocolate, milo, jus jeruk, jus melon, dsb. 
Nah, kalau sudah menghabiskan kepenasaran seperti ini. Kali ini, kami benar-benar mau pulang, ahaha.... Sampai berjumpa lagi dalam Road to Lembang part 2.. Kemana, nantikan saja ulasan berikutnya ^ ^ 


 

******




Floating Market Lembang, 22 Agustus 2015

Seindah Purnama

Sudah hampir satu minggu, kami mulai menempati kampus baru. Meski tempatnya tidak seluas kampus lama tapi setidaknya bangunan ini masih tergolong baru dan lebih dekat dari rumah. Hingga aku tidak memerlukan waktu yang  lama untuk tiba di sana.

Anganku kembali melayang pada masa-masa SMA, di mana sekolahku juga cukup dekat dari rumah. Hanya butuh waktu lima sampai sepuluh menit untuk tiba di sekolah.Tapi anehnya, kami tidak pernah datang lebih awal. Justru baru datang, beberapa menit menjelang bel sekolah berbunyi. Lain halnya dengan teman-teman yang rumahnya jauh, mereka sudah hadir di sekolah sekitar satu jam menjelang bel sekolah. Rupanya, kebiasaan buruk itu masih tetap melekat hingga sekarang.  

Nah, semua cerita ini berawal dari salah seorang teman yang berjanji akan mampir ke rumah sebelum ke kampus. Indah, namanya. Padahal biasanya aku berangkat ke kampus bersama Dinny. Namun karena tahu Indah akan menjemputku, Dinny tak jadi datang menjemputku. Sementara aku masih santai di rumah menunggu Indah.

Waktu terus berlalu, namun Indah tak kunjung datang. Sementara jam dinding sudah menunjukkan pukul lima tepat. Padahal jadwal kuliah hari ini dimulai tepat pukul lima. 
Haduuh, bagaimana ini? Jujur saja, aku mulai panik saat itu. Kalau tahu akan begini jadinya, lebih baik aku berangkat ke kampus sendiri. Mungkin sudah tiba di kampus sedari tadi :(

Meski demikian, aku pun mencoba menghubungi Indah.
     "Indah, di mana?"
     "Aduuh, ini masih jauh, teh! Gimana dong?"
     "Langsung ke kampus aja!" balasku singkat.

Beberapa waktu berlalu, Indah mengirimiku beberapa pesan singkat namun tidak ada satupun yang aku balas. Mungkin dia menganggap, aku marah padanya. Padahal sungguh, bukan itu maksudku. Aku sengaja tak membalasnya karena sedang terburu-buru. Lagipula jika aku tidak memperhatikan jalan, bisa-bisa aku kelewatan pas turun dari angkotnya.

Tak bisa kupungkiri ada sedikit rasa kecewa tersimpan di hati. Namun aku tak ingin memikirkannya. Aku juga tidak ingin menyalahkan Indah atas kejadian ini. Justru hal seperti ini menjadi peringatan bagiku agar segera membuang kebiasaan buruk seperti itu. Seharusnya, aku tidak boleh terlalu mengandalkan orang lain. 
"Selama masih sanggup melakukannya sendiri, kenapa harus menunggu orang lain?"

Singkat cerita, kuliah sudah selesai tanpa terasa. Aku memutuskan untuk langsung pulang dan shalat magrib di rumah saja. Aku memilih jalan kaki, karena ingin mencari lauk makan malam, sekalian. Namun, saat baru melangkah beberapa meter dari halaman kampus, aku melihat dua buah motor yang sedang berhenti di pinggir jalan. 

"Eh, tunggu dulu! Bukankah itu Ebin dan Zia?" 
"Yup, mereka berdua adalah teman baikku, sejak ospek dulu."
"Ah ternyata, benar. Itu memang mereka berdua!"
Ebin dan Zia adalah dua orang sahabat yang tak terpisahkan, Kemana-mana selalu berdua, seperti Ipin dan Upin. Jika disatu tempat ada Ebin, pasti Zia juga tidak pernah ketinggalan.

Meski masih kuliah di kampus yang sama, namun kami memang jarang bertemu. Selain waktu aktifitas yang tidak pernah sinkron, kami juga berbeda jurusan. Lantaran aku mengambil jurusan Teknik Informatika sementara mereka berdua mengambil jurusan Teknik Arsitektur,  

Meski demikian, aku tak pernah merasa canggung dan selalu merasa nyaman bersama mereka.  Justru aku lebih merasa canggung bila meminta bantuan dari teman sekelas, entah kenapa.
         Aah kebetulan nih, bisa nebeng pulang, batinku

Belum juga aku sempat membuka mulut, ternyata mereka sudah menyapa duluan.
     "Eeh, mau kemana?"
     "Yaa pulanglaah!"
     "Hayuk bareng, sekalian kita pulang!"
     "Memangnya, kalian tidak ada jadwal kuliah?"
     "Ada... lah, makanya kita datang ke kampus,"
     "Terus... Kenapa pulang, bukannya masuk kelas?"
     "Males aja, nggak kebagian tempat parkir."
     "Iya bener. Mending kita bolos aja, sekali-kali, hahaha..."
     "Ah kalian ini, ada-ada saja," 

Allah memang adil, meski tadi sore aku tidak jadi dijemput oleh kedua temanku. Tapi di luar dugaan, Allah langsung menggantinya dengan hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Yakni bisa bertemu dengan mereka berdua, tanpa sengaja. 

Bukan hanya itu, mereka juga rela mengantarkan aku pulang. Hingga akhirnya, aku bisa tiba di rumah dengan selamat tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun. Rasanya, aku menjadi seorang putri yang sedang dikawal oleh dua orang hulubalang, hehehe

Purnama memang sedang bersinar indah, malam ini. Seindah cerita indah persahabatan kami...




                                                                                                           Rumah Abu, 28 Oktober'15

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...