Rabu, 20 Juli 2016

Demi Semangkuk Ramen

Terkadang, aku tidak habis pikir dengan kebiasaan masyarakat kita. Pemikiranku yang kuno, ataukah penafsiran yang salah sudah menjadi hal lumrah? Kita ambil contoh dalam bulan ramadhan seperti saat ini. Buka bersama menjadi salah satu agenda wajib yang diprioritaskan orang. Sesibuk apapun seseorang, dia selalu berusaha meluangkan waktunya untuk bisa ikut acara buka bersama

Bagi sebagian orang, buka bersama itu diidentikkan dengan berbuka puasa di luar bersama teman-teman, sahabat, ataupun rekan kerja. Bahkan mereka sengaja mengaturnya dengan sedemikian rupa, mulai dari pilihan tempat yang istimewa hingga menu yang akan disediakan.

Kalau menurutku itu, aneh! Karena bagiku, berbuka puasa di rumah dan berkumpul bersama keluarga juga 
sudah buka bersama, namanya. Apalagi dengan perkembangan teknologi dewasa ini, di mana seseorang akan merasa dekat dengan orang lain yang berada jauh darinya namun justru dia akan merasa jauh dengan orang-orang yang berada disekitarnya. Maka dari itu, berbuka puasa bersama keluarga justru akan menjadi moment yang langka. Kebersamaan dengan keluarga itu sangat istimewa, bahkan tidak bisa ternilai harganya.

Teman-temanku? Mereka juga tidak ingin ketinggalan. Hanya saja, mungkin mereka memiliki lebih banyak pertimbangan, terutama soal waktu dan budget. 
"Eh kalian, sudah lihat pengumuman di bawah?" tanya Yunita.
"Pengumuman tentang apa?"
"Itu lho, buka bersama,"
"Ooh, kampus kita ngadain juga acara buka bersama. Orang tiap hari juga udah buka bersama disini," celutuk mas Danang
"Iih, beda lagi ini mah!" Yunita bersikukuh.
"Aah, jangan ikutan acara dari kampus, membosankan. Lebih baik kita bikin acara sendiri, yuk!" ajak Rima.
"Bikin acara buka puasa sendiri, maksudnya?" tanya Hadi.
"Iyaa."
"Hayuklaah,"
"Eh tapi, kalau buka bersama dari kampus berarti semua udah dihandle pihak kampus, donk? Berarti kita tinggal datang dan duduk manis, hehehe..." sambut mas Danang lagi.
"Enak saja, hari gini mana ada yang gratisan. Bayar, tahu!" sanggah Yunita.
"Haa, bayar berapa?"
"35 ribu,"
"Iih mahal amat, apa gak ada yang lebih murah?" 
"Iih, segitu juga udah murah. Aku dan teman-teman SMK juga bayar 65 ribu, minggu lalu," protes Yunita.
"Klo gitu mending bikin acara buka puasa sendiri,"
"Naah, apa kubilang,"
"Terus kita mau ngadain dimana?"
"Mmm, di rumah ci Teteh aja, trus masaknya bareng-bareng."
"Setuju, rumah ci Teteh kan lebih stategis. Dekat ke pasar, dekat pula ke kampus,"
"Aah kalian, emang maunya gitu, hahaha.."
"Baiklah kalau gitu, asal mau maklum saja tempat yang seadanya. Terus bantuin aku buat nyiapinnya juga, lho!"
"Oke... Tenang aja, banyak bala bantuan yang bisa diberdayakan."
"Iya, yang penting kita bisa silaturahim, bisa kenyang dan bahagia dengan budget yang minim." :D

"Lalu, menunya apa aja?" tanya Huda
"Kita bikin nasi liwet aja!" usul Yunita.
"Bebas, yang penting ada sayur, lalap dan sambal," pinta mas Danang.
"Jangan nasi, ah! Nasi mah di rumah juga banyak," sanggah Heru.
"Iya, jangan nasi. Kita bikin ramen aja, pan bisa ditambahkan sayuran plus yang lainnya." usul Rima.
"Setuju, masak apa aja selain nasi." sambut Heru.
"Oke, deal. Kita masak ramen, nanti Rima yang beli ramennya. Bada ashar, Rima langsung ke rumah teteh tapi lupa lagi gangnya."
"Buat rute nanti dipandu, trus ramennya mau ditambah apa aja? Jagung manis, kol dan wortel siap."
"Mending kolnya diganti sama brokoli. Trus tambahin siomay juga, donk." usul Hakim.
"Sip, klo gitu."
"Terus apa lagi, masa cuma ramen doang, nggak rame atuh!"
"Soft buah,"
"Ish, sop buah mahal!"
"Desertnya pisang sama ice cream, minumnya lemon tea, cemilannya keripik pedes, seblak, baso, juice, ayam penyet, mie ayam" cerocos Indah.
"Waduh budget," sela Heru.
"Steak, burger, pizza, puding, spageti..,"
"Haduh-haduh, ci Indah stress segala disebutin, wkwkwk..."
"Hayuk mas Danang, besok ditunggu jam 4 sore," ajak Fajar.
"Atuhlaah jangan jam 4, saya baru bubar dari kantor. Janjian jam 5 aja, di depan kampus." sanggah mas Danang.
"Fajar jam 4 udah ada di rumah ci Teteh, macet Cicadas tidak bisa dihindari, hahaha..."
"Langsung janjian dicicadas aja, di central snack 2500an. Klo yang gak tau mah."
"Awas disangkain tukang ojeg klo janjian di sana, Heru!"
"Fajar mah mau lewat jalan Asep Berlian aja,"
"Klo nggak, mas Danang ditungguin di depan STIE Equitas,"
"Trus, yang mau janjian sama Heru di sentral snack, siapa?"
"Mas Danang kayak'a."
"Lho, bukannya mas Danang minta janjian di kampus?"
"Yaa, maksudnya biar lebih deket gitu."

Di tengah kasak kusuk menu yang masih belum akur, satu persatu dari kami membatalkan rencananya. Mulai dari alasan  hingga menemani mamah di rumah. Dengan begitu, otomatis jatah patungan kami menjadi lebih besar. Tapi yaa sudahlah, mau gimana lagi, coba! Daripada harus dibatalkan lagi, kan sayang juga. Tidak apa-apa, yang penting kita sudah berniat baik mengajak mereka
Hingga akhirnya, kami sepakat  akan membuat mie ramen dengan toping sayuran saja. Dengan pertimbangan, nasi pasti selalu ada setiap hari, di rumah. Jadi, kami pilih mie ramen biar tidak bosan. Sedangkan menu tambahan yang lainnya, menyusul saja atau disesuaikan dengan kondisi nanti.

Esok harinya...
Pagi-pagi sekali aku sudah pergi ke pasar. Aku memang lebih suka pasar pagi, alasannya lebih banyak pilihan dan harganya juga lebih miring. Selain itu, udaranya lebih segar dan tidak panas. Aku sengaja membeli beberapa bahan makanan, untuk menambah menu nanti sore.
Akan tetapi, sebuah kabar tidak terduga muncul selepas dhuhur.
"Teman-teman, kayak'a Rima gak jadi ikut, Rimanya hareeng,"
"Euh, ko bisa hareeng sekarang, Rim? Aku kan, gak bisa masak ramen terus belum sempet beli ramennya juga, ih!" ucapku panik.
"Masak ramen mah gimana nanti. Kan ada mbah google ato YouTube," hibur Fajar.
"Sama aja kali, klo gak bisa mah,"
"Apa ganti menu aja?" usul Heru.
"Ganti sama apa, bikin nasi liwet? Gak ada persiapan buat menu lain," keluhku lagi.
"Makanan buat buka mah gampang, asal ada yang dingin, manis dan gorengan." ujar mas Danang.
"Roti tawar aja," usul Huda.
"Roti tawar mah ada, tapi mau diapain?"
"Dicelupin ke energen aja, biar kayak sarapan pagi, hahaha..."
"Klo seblak gimana?" tanya Heru.
"Klo seblak gak ada kencurnya, Heru!"
"Yaa beli!"
"Bingung ahh, gimana chef we saya mah,"
"Iih jam segini, mana ada yang jualan kencur. Emang pagi-pagi, bisa beli ke pasar?"
"Yang gurih-gurih aja, biar mencegah diabetes,"
"Apa atuh,"
"Ya udah, gini aja. Bumbu apa yg ada di rumah, nanti kita sesuaikan."
Nah masalahnya, bahan makanan dan bumbu yang ada nggak nyambung
Trus gimana, dong
Gimana nanti aja deh, bismillah aja.

Sejujurnya, aku bingung mau masak apa. Setelah Indah dan Yunita batal datang, kini giliran Rima yang tak jadi pergi. Padahal rencananya, aku sangat mengandalkan Rima untuk mengolah ramen. Sedangkan aku bakal mengolah menu lainnya. Bagi-bagi tugas, maksudnya.
Tapi sekarang, semua menu berada ditanganku. Belum lagi, kondisi rumahku yang masih berantakan dan perlu penanganan ektra. Padahal waktu terus bergerak, hanya menyisakan beberapa jam menjelang buka puasa. Haduuh, bagaimana ini?

Setelah bengong di depan kulkas untuk beberapa lama, akhirnya aku mulai turun ke dapur untuk mengurai ide yang terlintas di kepala dengan bahan makanan yang seadanya dan waktu yang semakin mepet. Aah, semoga semua bisa rampung tepat waktu.

"Merapat geng,"
"Heru, mau janjian di mana?" tanya Huda
"Saya langsung otw ke rumah ci teteh, klo gak nyasar," kata Heru. 
"Jangan gegabah Heru, bisi diculik. Rumah ci Teteh kan, bagai labirin,"
"Kan ada google maps, udah canggih sekarang mah." ujar Heru lagi.
"Heru mah mau ngikutin bus DAMRI dari leuwi panjang, paling juga nyasar ke terminal Cicaheum, hahaha."
"Hei kalian, udah nyampe mana? Bantuin aku, dong!"
"Aduh maaf telat, kunci motor ilang." balas Heru.
"Fajar baru nganterin mamah dari pasar,"
"Heu, kalian mah.."

Daripada menunggu yang tak pasti, aku mulai mengolah roti goreng. Sebenarnya roti goreng lebih enak dihidangkan hangat-hangat. Tapi karena tidak ada orang lain yang membantu, terpaksa mulai aku goreng dari sekarang. 
Itu pun harus bolak balik antara dapur dan rumah bagian depan. Aku harus merapikan dan mengepel lantainya, sebelum mereka datang. Jadi, jangan salahkan kalau roti gorengnya sedikit gosong, gara-gara kalian juga, sih! 


"Dari baso wara wiri, kemana lagi?" tanya mas Danang.
"Tepat disebelahnya," balasku.
"Saya udah nyampe di depan rumah, nih!"
"Mana-mana, ko gak ada orang di sini?"
"Lho, rumah'a yang ini bukan?"
"Bukaan, itu rumah orang."
"Lha, maksudnya?"
"Ahaha, maaf aku lupa memberi tahu kalian. Kalau baso wara wiri didekat rumahku ada dua. Yang satu dikelola istrinya, sedang yang lain dikelola suaminya. Tapi, gak jauh ko." aku mencoba menjelaskan.

"Nah rumahku, ada disebelah baso wara wiri yang dikelola istrinya, sedangkan posisimu berada disebelah baso wara wiri yang dikelola suaminya."
"Ooh, begitu. Ngobrol atuh, biar saya tidak terbengong-bengong seperti ini."
"Dari sana tinggal lurus, lalu belok di pertigaan gang."
"Oke, tp saya belum sempet beli aqua gelas." kata mas Danang.
"Gak papa, aqua gelas bisa nyusul nanti."
"Sip, welcome to my house.. Gang seribu punten,"

Belakangan, yang lain mulai datang susul menyusul. Ada Fajar, Heru dan Huda. Sedangkan Hakim datang, tepat beberapa menit menjelang adzan magrib. Aah, kalian... kenapa baru datang, saat semua sudah beres? Akhirnya, kami berbuka puasa bersama dengan menu yang seadanya.




 "Ngomong-ngomong ramennya, mana?" tanya Hakim.
"Kan belum beli,"
"Yaa beli, atuh!"
"Kamu aja yang beli, kita nggak tahu mie ramen seperti apa, ntar salah lagi!"
"Oke...,"

Tiga puluh menit kemudian..
Menu utama siap dihidangkan, apa lagi kalau bukan ramen. Saking maunya makan ramen, Hakim bela-belain membeli dan memasaknya sendiri. Aku sih, sudah terlalu lelah untuk membantunya di dapur. 
Sementara yang lain lebih tertarik untuk mengobrol di luar sambil menikmati malam Ramadhan yang syahdu.
Karena kerja kerasnya malam ini, kami sengaja memberi Hakim semangkuk ramen dengan porsi lebih. Dari racikan tangannya, kami dapat mencicipi mie ramen, yang terkenal dari negeri Ginseng ini meski tidak seperti menu aslinya.

Selanjutnya, kami berenam asyik berbincang mengenai berbagai hal. Mulai dari hal ringan hingga hal yang lebih serius, seperti curhat. Malam semakin larut dan waktupun berlalu tanpa terasa. Hingga akhirnya, mereka berlima pamit pulang.

Selepas mereka pergi, aku baru tersadar kalau kondisi rumahku kembali berantakan. Lalu siapa yang akan membantuku membereskan rumah kali ini? Sedangkan aku perlu energi ekstra untuk menyiapkan menu sahur dini hari nanti. Aah kalian, argh




Grey house, 28 Juni 2016



Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...