Sabtu, 21 Februari 2015

Gonggi Nori di Kampung Kami

Entah sudah berapa lama, aku berhenti menulis. Tiga bulan, enam bulan, setahun atau mungkin lebih. Semenjak Ibu tiada, rasanya aku tak sanggup menulis lagi. Di sisi lain, banyaknya tugas kampus disertai padatnya jadwal kuliah membuatku kesulitan untuk menuangkan semua ide yang sudah berjejalan di kepala.

Kini, menulis menjadi aktifitas yang terasa asing bagiku. Padahal sebenarnya, menulis menjadi hal yang paling ingin aku lakukan saat ini. Hari-hari yang kujalani terasa kosong dan hampa tanpanya. Setiap kali aku membuka mata, selalu terasa ada yang kurang. Yang terlihat dihadapanku sekarang, hanyalah pekerjaan rumah dan tugas kampus. Semua terus berputar bergantian, tanpa ada titik temu.

Hhh, tapi mau bagaimana lagi? Kegiatan perkuliahan di kampus memang cukup menyita 75% hidupku, benar-benar melelahkan. Ditambah pekerjaan rumah yang tiada habisnya, membuatku semakin kelelahan. Jadi, bagaimana bisa aku meluangkan waktu untuk menuliskan semua ide yang ada di kepala.

Hingga satu waktu, ada tamu istimewa yang datang ke kampus kami. Mereka adalah teman-teman Korea IT Volunteer yang datang langsung dari Korea. Mereka akan berada di Bandung selama satu bulan penuh. Berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi, disertai kebudayaan dari masing-masing negara. Kegiatan seperti ini memang sudah menjadi agenda rutin yang dilaksanakan setiap tahunnya. Kali ini memasuki tahun keempat.

Waktu satu bulan, terasa berlalu begitu cepat. Hari-hari yang kami lalui terasa sangat menyenangkan dan istimewa. Selalu ada hal baru yang bisa kami pelajari setiap harinya. Sayangnya, hari yang paling menyebalkan itu tiba juga. Yup, apalagi kalau bukan waktu kepulangan mereka. Inilah saatnya mereka harus kembali ke kampung halamannya, Korea.

Di saat teman-temanku sibuk menyiapkan cenderamata, justru aku malah bingung mau memberi apa? Padahal yang lain sudah memesan wayang, membuat stiker, gelang, atau mungkin membeli batik serta gantungan kunci. 

Aku memang tidak pandai membuat prakarya seperti  Rima, aku tak pintar  membuat gelang, seperti Asep, dan aku juga tak punya uang untuk membeli gantungan kunci seperti Hakim. Lalu, aku bisa apa? Aku hanya bisa menulis, maka aku coba untuk menuliskan semua ide yang ada di kepala. 

Dengan batas waktu yang hanya tiga minggu, aku bertekad untuk menyelesaikannya. Buku itu harus bisa selesai tepat pada waktunya. Kuharap buku itu bisa ikut terbang bersama mereka ke negeri ginseng. Meski entah kapan aku bisa menginjakkan kaki ke Korea, tapi setidaknya, bukuku sudah sampai lebih dulu di sana.

Aah, pasti kalian bertanya-tanya bagaimana proses kreatifnya? Jawaban tidak ada. Semua berawal dari ketertarikanku pada beberapa permainan tradisional yang mereka bawa. 

Sungguh, aku tidak menyangka kalau permainan tradisional Korea, ternyata hampir mirip dengan permainan yang biasa kita mainkan saat kita kecil dulu. Hanya saja berbeda penyebutan nama dan cara memainkannya.

Ah ya, aku sengaja membuatnya dalam dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris. Kenapa? Karena ada diantara mereka yang mengerti bahasa Indonesia tapi tidak paham bahasa Inggris, begitu pula sebaliknya. 

Aneh ya mereka? Kalau di kita kan, bahasa Inggris yang biasanya menjadi prioritas utama. Kalau belum menguasai bahasa ratu Elisabeth itu, rasanya kita belum berani mempelajari bahasa lain. Tapi, tidak bagi mereka.

Sebenarnya, aku juga ingin membuatnya dalam versi bahasa Korea. Sayang, belum ada yang sanggup menjadi penerjemahnya. Ditambah dengan waktu yang sangat mepet, maka hanya inilah yang bisa kuberikan pada mereka sebagai oleh-oleh.  
tto mannayo, cinggu



Bandung, Agustus 2014

Kamis, 12 Februari 2015

Ingin Kembali

Untuk kesekian kalinya, aku kembali menguap. Ah ternyata, hari sudah larut malam. Pantas saja, suasana di sekelilingku sudah semakin sepi. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda bahwa pekerjaan yang ada dihadapanku akan cepat selesai.

Aku kembali menarik nafas berat. Sebenarnya sudah ada agenda, besok pagi. Lebih tepatnya, acara liburan keluarga. Sungguh, bukan aku lupa. Aku hanya ingin menyelesaikan semua pekerjaan ini, sebelum pergi. Tapi ternyata tidak bisa. 

“Tinggalkan saja, pekerjaanmu! Kalau mengurusi pekerjaan terus, mau sampai kapan?" ujar sepupuku diujung telpon.
"Tubuhmu juga butuh istirahat dan refreshing," katanya lagi mengingatkan 
Benar juga. Sepertinya aku harus menuruti saran sepupuku, kali ini. Kemudian aku mengklik tombol shut down untuk mematikan computer dan berusaha untuk segera tidur.

Dua jam sebelum keberangkatan...
Meski waktu keberangkatan sudah semakin dekat, aku masih tetap santai dan belum bersiap-siap. Jangankan berkemas, justru aku masih bimbang antara ikut atau tidak. Jujur saja, aku masih merasa tak tenang bila harus meninggalkan tumpukan pekerjaan.

Mungkin badanku bisa sedikit rileks di bawah alam terbuka, nanti. Tetap saja, hatiku masih merasa tak tenang. Tapi di sisi lain, kapan lagi ada kesempatan seperti ini? Hingga akhirnya aku putuskan untuk ikut pergi. Masalah pekerjaan yang tertunda, itu urusan belakangan.
Dengan sisa waktu yang ada, aku mencoba berkemas. Bahkan aku sengaja naik ojeg untuk menghemat waktu dan tenaga. Tapi ternyata mobilnya masih belum datang. Fuih, syukurlah tidak tertinggal rombongan.
                                                        *****

Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, kami akan pergi berkunjung ke Taman Buah Mekarsari Bogor. Sayangnya diantara kami berdelapan, tidak ada seorangpun yang tahu dan pernah mendatangi tempat tersebut. Kami hanya meraba-raba atas petunjuk teman serta mengandalkan informasi yang kami dapatkan seadanya dari website.
Kami pikir, mengambil jalur tol akan lebih cepat. Ternyata, dugaan kami meleset. Justru kami malah terjebak di pintu tol lingkar luar Jakarta dan harus mengambil jalan memutar ke kiri dan ujung-ujungnya malah terjebak macet di derah CIleungsi. Hingga akhirnya, kami bisa keluar dari kemacetan dan tiba di tempat tujuan, dengan susah payah.


Di tempat ini, kami harus membayar tiket masuk. Karena datang di hari jumat, maka kami harus membayar tiket Rp 15.000/org serta tiket parkir Rp 10.000 untuk mobil yang kami tumpangi. Sesudah itu, kami baru bisa memasuki kawasan seluas 248 Ha.
 
Hari sudah semakin siang dan perutpun sudah semakin keroncongan. Sayangnya, kami belum bisa menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat. Tapi daripada masuk angin karena belum sarapan, kami putuskan untuk beristirahat di tempat terdekat. Kira-kira di sisi sebelah kiri dari gerbang utama.



Meski demikian, kami masih tetap penasaran dengan sebuah taman keluarga yang terletak di dekat danau. Kata orang, tempatnya bagus. Jadi kami tidak boleh melewatkannya dan ingin melepas lelah di sana. Akan tetapi dengan lahan seluas itu, bagaimana mungkin kami bisa menemukannya.
Setelah mengisi perut dan melepas lelah, barulah kami beranjak ke pusat informasi. Kebetulan bulan Mei sedang promo bulan Jeruk. Saat itu kami memilih paket keluarga, dimana masing-masing orang harus membayar Rp 50.000,-
 

Dari bagian informasi, kami disarankan naik kereta yang sudah disediakan untuk berkeliling. Tentu saja, mana mungkin kami bisa mengitari taman seluas ini hanya dengan berjalan kaki. Dengan harga tiket Rp 10.000/org.


Di hari jumat, pihak penyelenggara memberikan pelayanan gratis dari kereta. Sehingga, kami tidak perlu membayar tiket kereta. Dengan kata lain, kami diantar berkeliling dengan gratis. Bukan hanya itu, kami juga ditemani seorang pemandu yang menerangkan semua kebun yang kami lalui saat ini.
Di kebun salak, kereta berhenti sebentar. Di tempat itu, kami menukarkan kupon yang ada dengan ½ kg salak pondoh untuk masing-masing orang. Lalu, perjalanan kami lanjutkan kembali.
 
Ketika tiba di kebun belimbing, kereta kembali berhenti dan kami menukarkan kupon lagi. Kali ini, kami dipersilahkan untuk mencicipi buah belimbing yang dipanen di tempatnya. Serta mendapatkan satu buah belimbing besar, sebagai oleh-oleh. 


Selain belimbing, ada pula beberapa buah lain yang dijual disna. Tapi, diantara sekian banyak buah yang ada, kami hanya tertarik pada buah Jamaica dan sawo kecik. Kenapa? Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan kedua buah tersebut. 

Hanya saja, kami cukup terheran-heran dengan harga jual buah Jamaica yang melambung. Bayangkan saja untuk 1 kg buah jamaica dihargai Rp 30.000,- tapi hanya berisi 2 buah. Ck... ck… mahal amat! Sekalipun kami sangat menginginkan buah itu, rasa-rasanya kami harus berpikir ulang.

 


Nah kalau sawo kecik, lain lagi ceritanya. Jenis sawo ini, jumlahnya terbatas. Karena dulunya  hanya tumbuh di lingkungan istana dan hanya menjadi konsumsi para bangsawan di keraton Solo. Bentuknya memang lain dari sawo biasa, sawo kecik ini lebih kecil dan bentuknya kira-kira mirip seperti biji kopi. 
 


Setelah puas bertanya-tanya tentang kedua buah tadi, perjalanan kami lanjutkan kembali dan berhenti di kebun buah Ambiu. Atau lebih dikenal dengan sebutan sawo Australia. 
Di tempat tersebut, kami diberi kesempatan untuk mencicipinya. Rasanya sangat manis dan membuat kami ketagihan. Sayangnya, tidak dijual di tempat manapun. Bukan hanya itu, kami juga dibekali jus dalam kemasan. Sayangnya hanya ada dua pilihan rasa, yakni jambu biji dan sirsak. 

Setelah itu, perjalanan kami lanjutkan menuju kebun jeruk. Di mana pada bulan Mei ini,, sedang panen jeruk. Karena itulah, kami diberi kesempatan untuk masuk ke kebun jeruk dan memetik langsung dari pohonnya. Tentu saja, kami sangat senang sekali.

Apalagi ketika seorang pemandu memberi kami kantung plastik masing-masing satu, kami sudah kegirangan. Aku sudah yakin, kami  boleh memetik jeruk sepuas hati. Ternyata dugaan ini meleset, kami hanya diperbolehkan memetik satu buah saja, hehe… 
"Terlalu bersemangat sih!"

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ada benarnya juga. JIka diperhitungkan, rata-rata pengunjung per hari sekian ratus orang dan masing-masing orang memetik 1 kg, bisa-bisa buah jeruknya bakalan habis, hehe...
Nah, setelah berpanas-panas ria di kebun jeruk, kami juga diberi satu gelas orange juice per-orang. Benar-benar menyegarkan! Ah tentu saja, toh langsung dibuat dari kebunnya.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan terakhir menuju sebuah danau. Ada beberapa macam permainan air di sana. Usut punya usut, ternyata di sanalah taman keluarga yang kami cari sedari tadi.

Sebelum pulang, kami juga harus mengambil souvernir berupa cangkir dan bibit tanaman yang boleh kami pilih sendiri. Ada bibit jeruk, jambu melon serta mangga. Aku sengaja  memilih jambu melon karena penasaran dengan buahnya.
                                     *****
Selepas ashar, kami memutuskan pulang. Khawatir kemalaman di jalan. Kali ini, kami memutuskan untuk tidak melalui jalan tol lagi. Sepupuku bilang jalur ke arah jonggol jauh lebih cepat dan tidak macet. Kami sih menurut saja, yang penting tiba di rumah dengan cepat dan selamat.

Memang benar sih, tidak macet tapi jujur saja jalanannya masih berbukit-bukit dan tidak rata. Bukan hanya itu, meski sudah hampir tiga jam perjalanan, kami masih belum memasuki kota terdekat. 
Ah semoga kami tidak tersasar!

Ternyata sepupuku yang menjadi penunjuk jalan itu, tertidur saat mobil yang dia tumpanginya melalui jonggol. Ah pantas saja, dia bilang dekat, disambi tidur tho?

Apapun alasannya, aku benar-benar bersyukur bisa ikut liburan keluarga kali ini. Aku sungguh tidak menyesal meski harus meninggalkan pekerjaan. Rasanya, aku ingin kembali berlibur ke sana sekalipun harus menunggu waktu yang tepat. Jadi, kapan ya?



Taman Buah Mekarsari, Mei 2012 

Rabu, 11 Februari 2015

Workshop Menghafal Al Quran Mudah dan Efektif Dengan Pendekatan Brain Based Learning

Tanpa terasa, bulan Ramadhan hanya tinggal menghitung hari. Lalu, apa persiapanmu  menyambut datangnya bulan yang penuh anugrah ini? Nah, hari sabtu lalu saya berkesempatan hadir dalam acara workshop Menghafal Al Quran Mudah dan Efektif dengan pendekatan Brain Based Learning. Pengen tahu seperti apa kisahnya?  Kebetulan ada teman saya yang bersedia jadi model, nih!
Jadi, simak terus ceritanya ya!


Ramadhan? Menghafal Al Quran? Ibarat dua sisi mata uang yang saling terikat dan tak dapat dipisahkan. Meskipun menghafal Al Quran bisa kita lakukan kapan dan di mana saja, tapi  sepertinya menghafal Al Quran di bulan Ramadhan memiliki daya magis tersendiri.Sayangnya, kita masih sering mengandalkan sisi mood, waktu senggang dan guru Tahfizh untuk menghafal  Al Quran.
Terkadang, kita juga sering merasa kikuk dan canggung bila harus mencoba belajar sendiri. Nggak ngertilah, takut salahlah, malu bertanyalah dan seribu satu alasan lainnya.

Nah kali ini, Mizan Applications Publisher meluncurkan salah satu aplikasinya yang bernama ‘Hafizh’. Hafizh ini merupakan salah satu metode untuk menghafal Al Quran dengan mudah dan efektif.
Selain untuk mengenalkan produk Hafizh pada masyarakat, acara ini sengaja diadakan untuk  memberikan pengertian pada masyarakat bahwa menghafal Al Quran itu tidak  sulit. Bahkan diyakini, bahwa semua orang bisa melakukannnya dengan baik.

Semarak! Kira-kira seperti itulah kata yang menggambarkan kemeriahan acara Workshop
Cara Menghafal Al Qur'an dengan Mudah dan Efektif. Acara ini diselenggarakan pada hari Sabtu tanggal 21 Juni 2014 bertempat di Lab Komp Institut Teknologi Bandung, mulai dari pukul 09.00 WIB hingga menjelang waktu Ashar tiba. Di mana dihadiri oleh 32 peserta yang berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari  sekolah-sekolah,  Pondok Pesantren, Lembaga Tahfiz Qur'an hingga DKM Mesjid. Bahkan Ibu-Ibu Pengajian pun tidak mau ketinggalan.

Kemeriahan Workshop ini tidak lain karena peserta yang memang berniat untuk menghafal Al Qur'an saja. Melainkan mereka juga ingin mengembangkan pendekatan Brain Based Learning ini pada lembaga masing-masing.

Selain itu, ada yang istimewa dalam acara workshop kali ini. Karena Mizan Applications Publisher sengaja mendatangkan konseptor Hafizhnya sendiri, yakni Ust. Purwanto Abdul Ghaffar. Beliau  sengaja datang langsung dari Jakarta. Bahkan, Bandung juga menjadi kota pertama diadakannya workshop, semenjak Hafizh ini pertama kali dirilis.  

Secara umum, Workshop Hafizh ini dibagi menjadi dua sisi. Dalam sesi pertama, berupa pengenalan Qur'an Memorization Tool. Tidak tanggung-tanggung, Ustadz Purwanto mempraktekkan  versi Hafizh Class dan Hafizh Lab secara langsung. Pada sesi ini, peserta terlihat sangat antusias dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada Ustadz Purwanto.   

"Bagaimana sh, cara mengajarkan anak kita agar terbiasa menghafal Al Qur'an walau tidak kami pantau secara langsung?" tanya salah satu peserta yang mempunyai anak di salah satu Sekolah Islam Terpadu.
Ustadz Purwanto pun menyarankan agar menerapkan pembelajaran menghafal Al Qur'an dengan cara yang lebih menyenangkan dengan sebuah permainan. Banyak peserta yang terkagum-kagum dengan penjelasan beliau yang simple tapi langsung mengena.
Ooh ternyata, jika pembawaan kita rileks maka menghafal Al Quran juga bisa menjadi suatu hal yang terasa mudah dan menyenangkan. Diskusi pun terus berlanjut hingga adzan Dhuhur berkumandang.

Dalam sesi istirahat ini, para peserta memanfaatkan waktu istirahat dengan berbagai kegiatan. Ada yang sholat, makan, bahkan ada pula yang sengaja berjalan-jalan. Namun tidak sedikit pula yang sengaja memilih mengantri untuk mendapatkan aplikasi gratis yang telah disediakan oleh panitia.

"Saya sangat tertarik sekali, program Hafizh Lab sangat bagus. Hanya saja, memang harus disupport dengan fasilitas yang bagus juga," kata Pak Eko, perwakilan dari Maqdis.

Orang bilang, teori berjam-jam tidak akan berbekas tanpa adanya praktek. Apalagi dengan peserta yang mayoritas adalah guru sekolah dan ponpes yang nota bene jauh dari komputer. Apalagi tablet atau smartphone lainnya. Maka dari itu, pada sesi kedua acara dilanjutkan ke sesi praktek.


Sebenarnya sesi kali ini, lebih diprioritaskan untuk para guru, utusan Lembaga Tahfizh dan Pondok Pesantren. Tapi ternyata para peserta umum pun banyak yang masih antusias mengikuti acara.

Awalnya, ada satu atau dua orang peserta yang kaku. Tapi dengan bantuan tim Mizan Application Publisher, mereka pun bisa mengikuti materi hingga akhir dengan nyaman. Saking nyamannya, para peserta tidak menyadari kalau di luar turun hujan dengan derasnya.  
Melihat respon dari peserta, Workshop Hafizh ini rencananya akan berkelanjutan diadakan oleh Mizan Applications Publisher. Jadi, bagi Anda yang belum sempat menghadiri acara workshop seperti ini, tunggu saja Workshop selanjutnya. 

Sebelum pulang, saya sempat mengobrol sebentar dengan tim Marketing Mizan Applications Publisher. Terima kasih atas waktu dan kesempatannya guys  ^_^
 

 






Nah, ngobrol-ngobrol sudah, perut juga sudah kenyang. Kini saatnya untuk pulang, sebelum hujan turun menderas, membasahi rerumputan yang kami jejaki. Terima kasih sudah menyimak perjalananku hari ini




Comlabs ITB, 21 Juni 2014

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...