Minggu, 08 Maret 2015

Korea IT Volunteer part 2



Seperti yang telah disepakati bersama, kami juga ingin saling mencicipi kuliner dari masing-masing negara.   
Agar adil, kami sengaja membaginya ke dalam dua sesi, yakni sesi pertama masakan Indonesia sedangkan pada sesi kedua masakan Korea.
Dalam sesi pertama, kami  sepakat  memilih kost-kostan Bungchul Shin, cs yang  berada di kawasan Dago Asri. 
Saat itu, kami  sengaja memilih nasi uduk dan sate sebagai menu andalan. Kenapa?  karena  nasi uduk dan sate merupakan satu dari sekian banyak makanan khas Indonesia. Sehingga keanekaragaman kuliner Indonesia ini, lebih dikenal lagi di manca negara.
Kami juga sengaja mengemas acara kunjungan kuliner ini dengan istimewa. Yup, mulai dari merencanakan menu, berbelanja bahan baku, menyiapkan semua bahan-bahannya hingga mengolahnya sendiri. Yang terakhir, menikmatinya bersama-sama, tentu saja :D
 













Kemudian di minggu berikutnya,  kami memulai sesi kedua. Rumah k’Bajus yang berada di kawasan Muararajeun menjadi pilihan utama. Selain letaknya yang  cukup strategis, dekat dengan jalan raya, kawasan tersebut juga lebih dekat dengan pasar Cihaurgeulis. Hmm, rasanya kami sudah tidak sabar untuk mencicipi masakan khas korea. Kalian juga, kan? 

Kali ini, giliran Bunchul Shin, cs yang bakal unjuk kebolehan mereka di dapur. Mereka sengaja menyiapkan masakan khas Korea untuk kami, dengan senang hati. Saking seriusnya, hingga kami tidak diperbolehkan untuk membantu mereka. Bahkan hanya  untuk mengintip dapur sekalipun, tetap dilarang!!! Entah apa alasannya. Kalo kata bahasa Perancis alias perapatan Ciamis mah “Masakana bisi teu  jadi meureun, hahaha... “ 
Sambil menunggu Bonchul Shin, cs selesai memasak, pihak tuan rumah sudah menyiapkan aneka cemilan, seperti: keripik, renginang, tempe mendoan hingga ice cream. Terima kasih banyak k'Bajus, ngerti aja kalo kita lagi lapar :D
Hingga akhirnya, saat yang paling ditunggu-tunggu pun tiba. Kuliner khas Korea benar-benar terhidang di depan mata. Eit jangan protes dulu! Kalian pasti bertanya-tanya, apa bedanya dengan menu yang biasa kita temui sehari-hari?
Meski secara sekilas terlihat sama, namun ada yang berbeda dengan cara penyajiannya. Bukan dengan menggunakan alas piring, seperti yang biasa kita lakukan. Namun kita harus mengambil Nori, yakni selembar rumput laut, terlebih dahulu. Baru kemudian, meletakkan sesendok nasi dan bahan-bahan lainnya. Lalu menggulungkannya dan menyuapkannya ke mulut kita.
Tanpa disadari, tata cara makan seperti itu mengajarkan kita akan makna hidup. Yakni agar kita tidak serakah dalam segala sesuatu. Kerjakanlah segala sesuatu itu harus sedikit demi sedikit sampai habis. Jangan sekaligus. Begitu pula dalam proses belajar. Kita tidak bisa menguasai suatu hal sekaligus, namun harus mempelajarinya sedikit-sedikit sampai bisa dan benar-benar menguasainya.

Park Geun Dok pun mulai memberi contoh, lalu kami pun mulai mencobanya satu persatu. Seru juga sih, makan dengan cara seperti ini. Sementara itu Sang Uk Kang bertanya, dengan terbata-bata "Bagaimana rasanya, enak?" tanyanya sambil mengangkat jempol kanannya.
"Rasanya, aneh!" celutuk Rima dengan polosnya.
Sementara kami hanya menganggukkan kepala dan saling menoleh satu sama lain sambil tertawa. Bagaimana tidak? Kalau rasanya benar-benar terasa aneh di lidah kami, orang Indonesia. Mungkin karena baru pertama kali merasakan kuliner Korea seperti ini. 
Sang Uk Kang bilang, mereka memang sengaja mengurangi bumbu dan mencoba menyesuaikannya dengan lidah orang Indonesia. Padahal, biarkan saja, ya! Kami kan, bisa mengukur sejauh mana kekuatan rasa dan bumbu dari negeri Ginseng ini.
Hye Min juga menambahkan. Kalau sebenarnya masih banyak kuliner Korea yang ingin mereka kenalkan kepada kami. Sayangnya, keterbatasan bahan baku menjadi kendala utama. Lagipula mereka mengaku tidak bisa menyiapkan menu sembarangan. Mereka khawatir kalau bahan baku yang telah dipersiapkan, ternyata tidak boleh dikonsumsi oleh muslim, seperti kami.
Ah syukurlah, kalian jauh lebih mengerti akan halal atau haramnya suatu makanan daripada kami. (bersambung...)
 



Bandung, Agustus 2014 

Korea IT Volunteer part 1



Wadooh, awug lagi?  Kenapa sih, setiap kali membuka blog ini pasti selalu ada awug? Eit, jangan salah, aku nggak bakalan alih profesi jadi tukang awug  ataupun bikin pesta awug diem-diem, tanpa ngundang temen-temen, hehe.. 
Nah dalam kesempatan ini, Awug  sengaja dipersiapkan untuk menyambut kedatangan teman-teman KIV  (Korea IT Volunteer)  yang  sengaja datang jauh-jauh dari negeri Ginseng sana hanya untuk berkunjung ke Bandung.
Hanya saja, aku  sengaja memilih Awug sebagai icon dari makanan tradisional khas Sunda.  Sebenarnya, bukan hanya awug saja yang kami sediakan. Masih ada cendol, comro, dodol, tahu sumedang, tempe mendoan, keripik, dll. Namun semuanya udah keburu abis, sebelum aku abadikan di sini  :D 
Sebenarnya,  kegiatan  tersebut telah menjadi agenda rutin di kampus kami. Karena  NIA dan ST INTEN telah mengadakan kerjasama di bidang pendidikan dan kebudayaan. Setiap tahunnya, NIA mengirim utusannya untuk datang ke ST INTEN Bandung untuk berbagi ilmu dan pengetahuan mengenai IT dan budaya Korea, begitu pula sebaliknya.
Di mana pada tahun 2014 ini, sudah memasuki tahun ke empat.  Saat itu, ada empat orang yang datang. Yakni Bong Chul Shin (Aep), Jung Hyemin (Iis), Kang Sang Uk (Aceng) dan Park Keun Doek (Tatang). Kami memang sengaja memberi nama panggilan khas Sunda, tanpa lupa mencantumkan 'Akang atau 'Teteh sebelumnya. 
Mereka datang dalam musim liburan semester genap, sekitar bulan Agustus. Lebih tepatnya, mulai dari tanggal 4 hingga 27 Agustus 2014 atau bertepatan dengan liburan musim panas di Korea sana.
Selama satu bulan penuh, kami mempelajari Adobe Photoshop, Adobe Flash, Visual Basic, dan Microsoft Excel  dan kebudayaan Korea. Termasuk permainan tradisional serta kulinernya. Di luar dugaan, ternyata banyak permainan tradisional Korea yang  yang serupa dengan permainan saat kita kecil dulu.
Berikut ini, ada beberapa permainan tradisional korea, yang sempat kami mainkan:

1)       Ddakji
Ddakji adlah permainan tadisional dengan menggunakan kertas yang dilipat hingga menjadi sebuah kartu atau lempengan.  Permainan ini dapat dimainkan oleh dua orang atau lebih, di mana setiap orang harus memiliki Ddakji-nya sendiri.
Cara memainkannya yakni dengan membanting Ddakji yang kita miliki ke arah Ddakji lawan, sehingga Ddakji lawan terbalik dari satu sisi ke sisi yang lain.
Nah, kalau sedang kesel atau marah sangat cocok  untuk  memainkan permainan ini. Karena  bisa membanting Ddakji, dengan  sepuas hati dan  kekuatan penuh  :)
 
2)     Gaeguli 
Seperti  permainan kertas lipat (origami) tapi berbentuk kodok kertas. Cara memainkannya, pemain harus membuat kodok miliknya melompat hingga finish. Siapa yang paling cepat, dialah pemenangnya. Permainannya cukup simple, bukan? 



3)     Gonggi Nori
 Gonggi Nori merupakan permainan popular bagi anak-anak di Korea. Bukan hanya anak perempuan saja yang memainkannya. Anak laki-lakipun tak kalah mahirnya.
Awalnya,  permainan ini  menggunakan lima atau lebih batu kerikil. Nah batu-batu yang digunakan itu sering disebut  gonggitdol  yang berarti  batu gonggi. Namun pada saat ini sudah menggunakan batu plastik berwarna-warni.
Adapun cara memainkannya, hampir sama dengan permainan yaitu bola bekel. Hanya saja, Gonggi Nori tidak menggunakan bola seperti bola bekel. 


4)     Jegichagi
Jegichagi  adalah permainan tradisional Korea yang dimainkan di luar ruangan, karena permainan ini  menggunakan kaki. Kalau kita amati, Jegi itu tampak seperti shuttlecock  bulutangkis. 
Permainan ini biasa di mainkan di musim dingin, terutama pada Tahun Baru  Imlek.
Cara memainkannya adalah pemain akan menendang Jegi ke udara dan terus menendang untuk mencegahnya jatuh ke tanah. Nah, pemain yang paling banyak menendang Jegi tanpa jatuh akan menjadi pemenangnya.

5)     Yut Nori
Yut  adalah  permaianan keluarga yang sering dimainkan saat festival. Yut Nori telah popular di Korea selama ribuan tahun. Anak-anak di Korea memainkan permainan tradisional ini pada Tahun Baru Imlek dan bulan Purnama pertama.
Permainan ini melibatkan empat orang pemain atau tim. Cara memainkannya, dengan cara melemparkan tongkat di udara untuk giliran masing-masing tim.
Sebenarnya lebih mirip permainan ular tangga yang ada di Indonesia. Hanya saja permainan ular tangga menggunakan dadu untuk mengundi. Sedangkan Yut Nori menggunakan tongkat. 


Korea IT Volunteer merupakan moment  langka yang  tidak boleh dilewatkan begitu saja. Selain mendapat kesempatan untuk belajar bahasa Korea dari orang Koreanya langsung, kami juga dapat memainkan permainan tradisional Korea  bersama mereka.  Seru banget, kan?  Kapan lagi bisa seperti ini  : D
Sebenarnya  bukan itu saja keseruan Korea IT Volunteer 2014.  Acara kuliner dan jalan-jalan juga tak kalah serunya.  Maka dari itu, ikuti terus liputannya yang hanya ada di kampusku, ST INTEN.  (bersambung...)

                                                                    
                                                                                                                     


                                                                                                                     Bandung, Agustus 2014


Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...