Minggu, 06 November 2016

Jepang Rasa Jatinangor

Padatnya rutinitas dan tugas kampus yang menumpuk, sering kali membuat kepala ini terasa pening. Ingin rasanya sedikit refreshing atau hanya sekedar jalan-jalan melepas penat. Tapi kemana, lalu budgetnya? Hingga pada suatu hari, Hakim memposting sebuah poster yang menarik perhatian kami semua.



"Waah, ada festival kebudayaan jepang!"
"Kayaknya bakal seru tuh!"
"Kita kesana yuk, hitung-hitung refreshing,"
"Ayo... Ayo,"
"Asyik, kita mau piknik!"

Semua orang sudah sepakat mau ikut. Kini tinggal menentukan waktu yang tepat untuk melakukan reservasi. Ternyata, kami mendapatkan jadwal hari jumat sekitar pukul 10-11 siang. Untuk itu, kami sudah janjian di shelter bus DAMRI Dipati Ukur sekitar pukul 8 pagi. 
Sayangnya kesibukanku di pagi hari membuat aku merasa kesulitan untuk bisa datang tepat waktu. Ditambah adanya pasar dadakan di seputaran kompleks PUSDAI membuat perjalanan ini semakin tersendat. 
Aah, maafkan aku, genks... 
Maka pada saat aku datang, kami langsung naik bus DAMRI trayek Dipati Ukur - Jatinangor via Tol M. Toha yang masih kosong. Sebelum penumpang lain datang, kami sibuk berfoto selfie. Maklum saja, Indah dan Huda baru pertama kalinya naik bus DAMRI. Sedangkan aku dan Hakim memang sudah terbiasa dengan alat transportasi yang satu ini.
"Waah, ternyata nyaman juga naik bus DAMRI seperti mobil pribadi!" celutuk Huda.
Saking nyamannya perjalanan dan sejuknya AC membuat Indah hampir ketiduran, kalau saja tidak kami ganggu.




"Ayolah, perjalanan hanya sekitar 1-1,5 jam. Masa tidur juga?"
"Iya ih, mening nikmatin perjalanannya. Kapan lagi?"
"Bener, mending kita beli Tahu Sumedang saja buat oleh-oleh, hehehe..."
"Kan ceritanya kita lagi liburan di Jepang, kenapa malah beli tahu Sumedang?"
"Iya juga ya, ahaha..."
"Lagipula gimana mau belinya, toh bus DAMRI nya juga tidak berhenti didekat pedagang tahu, wkwkwk.."

Tiba di tempat tujuan, terik mentari mulai terasa menyengat. Entah sudah berapa lama aku tidak pernah berkunjung lagi ke kampus ini. Namun bagiku, suasananya tidak banyak berubah, masih tetap gersang seperti dulu.
"Waah, luas sekali kampusnya! Bisa tersesat kalo begini caranya,"
"Iya, beda banget sama kampus kita tercintah, ahahaha.."
"Pst, jangan pasang tampang bengong dan ndeso kaya gitu, malu-maluin!"
"Iya, pasang tampang pede aja, pura-pura jadi anak UNPAD beneran." 
Diantara kami berempat, mungkin hanya aku seorang yang paling familiar dengan situasi di tempat ini. Aku pun mengajak mereka bertiga menuju ke tempat tujuan semula, yakni PSBJ (Pusat Studi Bahasa Jepang). 
Kami melangkah santai sambil menikmati pemandangan di sekeliling. Tidak sedikit orang yang berpapasan dengan kami. Mereka juga pasti punya tujuan sendiri, sama seperti kami. 
"Klo itu kendaraan ke arah mana? Ko, berada di lingkungkan kampus?"
"Kendaraan yang mana?"
"Itu lho yang kita lihat saat memasuki gerbang depan?"
"Mmm, aku kurang tahu. Soalnya dulu belum ada,"
Beberapa kendaraan serupa tampak berlalu lalang di dekat kami, sambil membunyikan klakson sekali-kali. Usut punya usut ternyata semua kendaraan itu memang transportasi gratis yang disediakan pihak kampus untuk mahasiswa dan semua civitas akademik.
"Waah enak banget ya, nggak usah cape-cape jalan kaki menuju tempat kuliah."




"Berarti, orang-orang yang bergerombol di pintu gerbang tadi itu menunggu mobil gratis ya? Ah, kenapa nggak ikutan saja biar nggak cape jalan."
"Iya, ntar disapa sapa supirnya. Mau ke mana? fakultas apa? angkatan tahun berapa? Tinggal celingukan sendiri dah, hahaha..."
"Pantesan aja, mobil-mobil itu ngelaksonin, disangkanya kita mau ikutan naik, wkwkwk.." 
Sampai di PSBJ kami kebingungan, ternyata event festival kebudayaan jepang itu tidak hanya sesi foto saja. Ada pameran, seminar, makan-makan dan masih banyak lagi yang lainnya. Ups, jangan digaris bawahi point makan-makannya. Maklum saja, kami datang jauh-jauh dari Bandung sejak pagi dan belum sarapan.
Setelah kasak kusuk dan tanya sana sini, rupanya kami salah tempat. Sesi foto ala Jepang yang akan kami ikuti berada di Studio Foto. Lalu, di mana studio fotonya? Untunglah salah seorang panitia mengantarkan kami ke tempat yang di tuju. 
Tapi ternyata, bukan studio foto seperti yang ada dalam bayangan kami. Namun berupa rumah tradisional khas jepang dengan segala aksesoris ala jepang lainnya, seperti kimono, yukata, samurai dsb. 
Peserta sesi foto memang tidak banyak namun kami harus mengantri untuk menunggu giliran. Padahal waktu sholat jumat sudah semakin dekat. 
"Aah semoga waktunya masih cukup buat sholat jumat, ya!"
Sebelumnya, kami diminta mengenakan yukata yang telah disediakan panitia. Kami boleh memilih warna yang kami suka. Untunglah ada beberapa orang panitia yang membantu kami memasangkannya dengan sigap. Coba kalau memasang sendiri, pasti nggak akan kelar mpe sore, hehe..






Usai sesi foto, Huda dan Hakim bergegas menuju mesjid kampus. Sementara aku dan Indah menunggu keduanya di rerumputan yang ada di pelataran mesjid, sambil menikmati bekal seadanya. Begitu mereka selesai, giliran kami berdua yang shalat dhuhur.
Hari sudah semakin siang, tapi kami tidak ingin segera pulang. Kami masih ingin menikmati suasana kampus yang sudah tidak asing lagi di negeri ini, sambil menikmati beberapa jajanan yang sudah kami beli di dekat kampus. 
Sekitar pukul 2 siang, kami beranjak pulang sebelum hujan gerimis semakin menderas. Kali ini, suasana bus DAMRI jauh lebih penuh dari saat pergi, tadi pagi. 
Pengalaman hari ini memang sederhana atau mungkin menjadi hal yang lumrah bagi orang lain, tapi menjadi hal yang berkesan bagi kami.  



Jatinangor 7 Oktober 2016





Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...