Senin, 23 Juli 2012

FAQ Menulis Bacaan Anak

Berhubung banyak banget yang inbox, tanya-tanya dan bingung gimana cara memulai, atau menerjuni dunia penulisan bacaan anak, FAQ ini saya susun bersama teman-teman lain, plus ditambahi dari pengalaman pribadi, atau curhat curcol dari para senior. Silakan dibaca-baca, semoga memudahkan langkahmu!

1. Bagaimana menjaga “mood” supaya tetap konsisten dalam menulis?
Mood bisa datang dan pergi kapan saja. Kalo nunggu mood, bisa-bisa kita nggak nulis. Pasti ada aja alasannya. Yang capek lah, yang rumah kayak kapal pecah lah, yang gak ad aide lah, dll. Yang saya pribadi lakukan selama ini, meski mood lagi nggak bagus, saya tetep nulis. Mungkin tulisannya akan jadi jelek, aneh, garing bin jayus, gak apa-apa. Yang penting saya tetap menulis. Kan, menulis nggak seperti melukis? Kalo melukis kanvas mah nggak bisa direvisi.
Nanti, kalau mood saya udah membaik, biasanya saya edit, revise dan rewrite lagi. Jadi, jangan tunggu mood untuk menulis. Tetaplan menulis, meski lagi PMS. Toh, nanti bisa kita edit lagi. Dan, tulislah apa yang kalian suka. Jika lagi bosan nulis cerita anak, boleh kok nulis yang lain. Percayalah, tak ada naskah yang tak berguna. Folder naskah saya, 90% terpakai, meski itu naskah curhat dewasa, dan saya kirim ke media. Entah dimuat ato kagak, yang penting terpakai kan? Kalo dimuat mah alhamdullilah, sesuatu banget, hihi.

2. Apa rahasia membuat bacaan anak yang bagus?
Rahasianya? Ya bacalah bacaan anak yang bagus. Kalo terbiasa membaca bacaan anak yang jelek, pasti tulisan kita jelek. That simple.

3. Bagaimana menulis naskah tanpa menggurui? (baik naskah Islami, maupun tidak)
Bayangkan saja kita jadi anak kecil, bagaimana membaca cerita yang isinya Bu Guru bla bla bla, ibu bla bla bla…dst? Bisa kok dibikin cerita yang asyik, dan hikmah atau pesannya disampaikan. Boleh saja meminjam mulut orang dewasa, tapi mbok ya caranya diperhalus…smooth gitu loh.
Bisa juga dengan adegan-adegan dalam cerita itu, yang menunjukkan anak menemukan sendiri jawabannya. Anak gak harus melulu disodori jawaban oleh ortu ato guru.
Bisa juga melalui tokoh unik dan lucu. Contohnya, buku saya Aida kotak P3K. Isinya kan bener2 "ngajari" anak..apa yang harus kita lakukan jika mengalami kecelakaan kecil. Namun, saya menyiasati dengan tokoh Aida, kotak P3K yang gendut dan lucu. Bukan dengan tokoh Bu Dokter, atau Pak Dokter, yang notabene tante atau om si anak, yang ujug-ujug datang saat si anak kena luka.
Untuk naskah Islami, karena ini termasuk kategori non-fiksi, sedikit banyak pasti ada kesan mengguruinya ya? Saya menyiasatinya dengan menuliskan cerita pendamping, supaya anak bisa lebih memahami apa yang ingin disampaikan.

4. Bagaimana membuat cerita berima yang lentur?
Tentukan dulu mau bikin berima apa? Misalnya pengen bikin berima “ing”. Kumpulkan saja semua kata berakhiran “ing” dan tuliskan dalam selembar kertas. Peras ingatanmu untuk mengeluarkan semua kata berakhiran “ing” itu. Nah, jika sudah terkumpul, bolehlah kita mengutak-atiknya. Biasanya, prosesnya akan jadi amat mudah saat kita udah ngumpulin kata berimanya.
Untuk variasi rima, bisa liat di www.kamusrima.com
Tambahan dari Winarti: untuk Rima bisa dilihat juga di sini: http://www.facebook.com/caracepat.menulispuisi

5. Bagaimana cara mengirim naskah ke penerbit luar negeri dengan aman?
Belum pernah ngirim, hihi…jadi maaf, kagak teu. Tapi in my humble opinion sih, sebaiknya kontek saja penerbitnya dan tanyakan kepada mereka bagaimana prosedur pengirimannya. Jika penerbit yang kita tuju cukup besar atau punya nama, insya Allah amanlah. Mereka pasti punya SOP tersendiri, dan gak berani main-main. Entah kalo penerbit tina tini alias tipu sana tipu sini  ya.
Tambahan dari DINI Capung Mungil: pernah mencoba dengan nekat kirim ke LN, tapi ternyata kita harus benar-benar jeli membaca semua ketentuan yang ada di web mereka:
  • Mereka tidak akan mengontak kita, jadi anggap saja jika 6 bulan tidak ada respon berarti mereka tidak interest
  • Mereka tidak mau lagi mengirim balik naskah kita jika via pos/kurir
  • Saat ini semua penerbit besar di LN selalu menulis tidak lagi menerima naskah, selalu bilang overload
  • Penerbit LN lebih banyak berhubungan dengan Agency, mereka tidak akan mau menjawab email kita (kalaupun dijawab biasanya dengan template tertentu alias komputer yg jawab hehehe) Semoga membantu ^^

6. Apa yang akan penulis dapatkan jika naskah kita yang sudah terbit di Indonesia, kemudian terbit di LN?
Kalo di surat perjanjian salah satu penerbit sih, tertulis bahwa penulis akan mendapatkan 50% dari nilai kontrak baru ke LN. Nah, masalahnya, kita kan nggak bisa tau nilai kontrak sesungguhnya berapa? Bisa sih, minta ke penerbit untuk nunjukin perjanjian kerja sama mereka ke LN itu, tapi kalo aku enggak mau ah…berbaik sangka saja. Penerbit yang baik hati tentu tak akan memlekoto penulisnya.

7. Bagaimana kita bisa tahu apakah naskah kita diterima atau ditolak oleh penerbit, tanpa harus meneror penerbit?
Setelah mengirim naskah, ada baiknya kita telepon redaksinya. Tanyakan, apakah naskah saya berjudul A sudah diterima? Jika sudah, kira-kira berapa lama redaksi akan memutuskan naskah saya layak terbit atau tidak? Nah, berdasarkan jawaban mereka, gampang kan kita tau kapan naskah kita akan terbit, atau gone with the wind?
Kalo males nelpon, ya pake cara kuno saja. Tunggu sebulan, gak ada respon? Tanyakan….
Dua bulan, tanyakan lagi, sampe 6 bulan ga ada respon, ya bikin saja surat pernyataan penarikan naskah. Jangan tanya surat ini isinya gimana ya? Bisa dong, bikin surat kayak gini. It’s a piece of cake hehe.

8. Mana yang lebih baik, setia pada penerbit itu2 saja, atau mengirim naskah ke banyak penerbit?
Di awal menulis, aku mengirim naskah ke banyak penerbit. Dari situ aku tahu, mana penerbit yang baik hati, mana penerbit yang “aneh” dan mana penerbit yang malas. Dari situ, seleksi alam pun dilakukan. Di posisiku sekarang, aku sudah berkomitmen pada diriku sendiri, bahwa aku akan LOYAL pada penerbit yang sudah terbukti menerbitkan buku2ku dengan lancar, plus lancar pula membayar royaltinya. Loyal di sini dalam artian, semua naskahku, pertama kali akan kutawarkan ke penerbit-penerbit itu.
Menurutku, mereka sudah berkinerja baik, dan sudah seharusnya kita mensupport mereka dengan naskah2 ciamik kita. Namun, aku juga tetap menulis sedikit-sedikit, yang kutujukan untuk penerbit yang “baru” untukku. Mencoba untuk melakukan seleksi alam lagi :) Hasilnya, beberapa penerbit merespon dengan baik. Semoga kerjasama kami bisa lancar juga di masa yang akan datang.

9. Kenapa naskahku tak pernah dimuat?
Kemungkinannya, naskahmu jelek isi dan jalan ceritanya, naskahmu jelek tata bahasanya, naskahmu jelek cara penulisannya, naskahmu jadul, naskahmu tak ada bedanya dengan naskah-naskah yang sudah dimuat media itu sebelumnya, naskahmu ndak cocok untuk media tersebut (media satu dan lainnya, beda loh “aliran”nya), atau tema yang sama dengan naskahmu udah sering ditemukan di mana-mana. Atau, beberapa orang menulis naskah yang sama ide dan temanya denganmu. Wah, anda kurang beruntung. So, jangan mau jadi penulis yang biasa-biasa saja.

10. Gimana caranya supaya rajin nulis?
Kalo aku pribadi, memang suka menulis sih. Kalo suka, otomatis rajin kan. Suka makan bakso, otomatis rajin nongkrongin abang bakso hehe. Suka ama Bang Ray Sahetapy, otomatis kalo ndak ngliat wajahnya sehari bisa meriang. Demikian dengan menulis, Kalo cinta menulis, pasti rajin kok. Kalo kalian nggak rajin menulis dengan alasan malas, susah dsb, mungkin sebenernya kalian “memaksakan diri” menjadi penulis. Eksplorelah bakat kalian yang lain. Barangkali pemusik, penari, pelukis, atau atlet.

11. Gimana cara memulai membuat cerita anak?
Idem dengan pertanyaan sebelumnya, ya bacalah cerita anak. Dari situ, kamu bisa tahu kok bagaimana memulainya.

12. Gimana supaya cerita tak terhenti di tengah jalan?
Hmmm…kalo mau, bikin saja kerangka karangan sebelum mulai menulis. Begitu terhenti, intip saja kerangka karanganmu. Gampang kan?

13. Bagaimana cara mendapat ide?
Haiyaaaa…ide mah ada di mana-mana. Lalat terbang di hidung kita pun bisa jadi ide. Jadi penulis, harus mengasah panca inderanya dengan baik. Be sensitive booookkk….
Baca buku, baca situasi, baca TV juga bisa jadi ide loh. Tajamkan telinga, dengerkan rumpian tetangga, rumpian anak SD, rumpian tukang sayur, semuanya bisa jadi ide.

14. Bolehkah mengirim ke media lain jika naskah kita tak ada kabar?
Boleh saja, asalkan sebelumnya sudah mengirim SURAT PERNYATAAN MENARIK NASKAH.
Hanya saja, jangan baru ngirim sebulan, lalu udah ngirim surat penarikan. Ntar dipikir kita kagak serius dong.
Kalo dari pengalaman, kan ada tuh yang 1.5 tahun baru diterbitkan. Jadi, kalo kalian mau kirim ke media lain, gimana kalo tunggu 1 tahun dulu ya? Karena biasanya memang antre media itu lama, kecuali naskah kita “istimewa” dalam artian sesuai momen yang mereka cari. Tapi ya terserah, kalo mau narik naskah setelah 6 bulan, up to you. Kalo aku sih, ada yang sampai 2 tahun belum kutarik. Bukan apa-apa…wong aku ya belum tahu itu mau kuapakan? Hehe…penulis malas follow up nih aku.

15. Cerita anak yang bagus tu yang kayak apa? Gimana mengawalinya?
Yang bagus? Ya kayak buku-bukuku itu loh…hahaha…becanda ah! Yang bagus ya tentu cara penyampaiannya empuk, smooth, kata2 sederhana (bukan seadanya) dan tokoh-tokoh yang menarik. Jika ada hikmah atau pembelajaran moral yang hendak disampaikan, ya sampaikan dengan smooth melalui cerita. Bukan dengan petatah petitih secara obvious. Gimana mengawalinya? Ya itu tadi, baca-baca dulu dong..

16. Baca-baca, baca apa dong? Baca buku siapa?
Misalnya, kamu pengen bikin pictorial book. Ya silakan liat2 pictorial book yang ada di toko. Pelajari, lalu tuliskan. Karya Arleen Amidjaja, Ali Muakhir, Endang Firdaus, bisa jadi acuan.
Kalo pengen bikin novel anak, ya baca Enid Blyton, Roald Dahl, Astrid Lindgren, atau penulis2 luar lainnya yang aku juga kagak tau haha. Kalo lokal, Kang Iwok Abqary, Tria Ayu, Ary Nilandari, dan yang terakhir Pak Deny Wibisono, bagus banget kok buku2nya.
Kalo mau membidik majalah, ya silakan baca Bobo. Girls, Mombi, dll. Pelajari, amati, lalu tuliskan ide2mu dengan gayamu sendiri, namun dengan tema yang pas untuk media yang kamu bidik.

17. Apakah harus mengandung pesan moral?
Cerita yang tidak mengandung pesan moral, bukan berarti IMMORAL. Jadi, tak harus memaksakan diri menyisipkan pesan moral dalam suatu cerita. Bisa saja menyisipkan pengetahuan, atau bahkan hanya just for fun saja. Misalnya, ceritaku tentang Nenek Rambut Panjang. Gak ada pesan moralnya kok, hanya bercerita tentang nenek yang punya rambut amat panjang. So, apakah cerita itu termasuk cerita immoral? PDA alias please dong ah..

18. Berapa lama waktu yang dibutuhkan, mulai dari mengirim sampai dimuat di media?
Jika anda beruntung, 2 hari pun bisa terima kabar. Kalo lagi kurang beruntung, bisa sampe 1.5 tahun.
Kalo ngirim naskah ke penerbit, keputusannya bisa paling cepat dalam hitungan menit, dan yang paling lama kira-kira setahun.

19. Bagaimana batasan untuk menggambarkan kesadisan dalam cerita anak, terutama fabel?
Rantai makanan dalam dunia binatang tidak bisa dihindari. Cicak makan nyamuk, singa makan rusa dll. Sah-sah saja kok dituliskan, tapi jangan dijabarkan secara detil. Misalnya: Singa mencabik-cabik rusa dengan giginya yang tajam. Leher rusa menganga, darah segar mengucur dari sana. Rusa merintih, matanya berkedip-kedip seolah menahan rasa sakit yang amat parah. Pelan-pelan, singa menguliti rusa dll dll.  Hiiiiyyyy…..

20. Tips agar naskah lolos ke penerbit?
Kenali karakter buku2 penerbit itu, telpon/email redaksinya, tawarkan naskah kita (yang tentunya senafas dengan mereka) dan kirimkan. Pastikan naskahmu benar2 rapi, lengkap, dan bagus. Be strong to your script!

21. Bagaimana cara menulis naskah anak supaya sesuai dengan usia yang dibidik?
Amati anak-anak seusia itu. Kalau yang dibidik usia 4-6 tahun, ya bahasanya tentu beda dengan anak usia 8 tahun. Kagak punya anak yang bisa diamati? Kenapa nggak ngamati buku sejenis yang ditujukan untuk usia itu?

22. Bolehkah naskah yang berbeda bahasa, dikirim ke dua media berbeda? Misalnya, Jayabaya dan Kompas?
Setahu saya, syarat mengirim ke media adalah tidak pernah dimuat di media yang lain. Namun, karena ini adalah beda bahasa, mungkin ada baiknya kamu menanyakan ke redaksi ybs. Misalnya, cerpen kamu udah dimuat di Jayabaya, tentu udah kenal dong ama redaksinya? Coba tanyakan dengan sopan, apakah jika naskah ini saya kirimkan ke media lain, masih boleh? Vice versa, saat kita mengirimkannya ke media lain (setelah dpt ijin dari Jayabaya), kasi tau bahwa ini naskah yang udah dimuat oleh Jayabaya, dalam bahasa Jawa. Intinya, komunikasikan semuanya agar tak ada pihak yang merasa tersakiti. Halah…bahasaku, haha..

23. Apakah harus punya seorang illustrator untuk menulis cerita anak?
Tergantung, jika kamu mau nulis untuk media, ya nggak perlu. Mereka punya tim illustrator sendiri. Beda halnya jika kamu mau kirim ke penerbit, dan yang kamu kirim itu pictorial book. Ada baiknya kamu mengirim naskah dilengkapi dengan sample ilustrasi. Supaya penerbit mendapat gambaran, seperti apa sih buku ini nantinya? Namun, andaikata tidak melampirkan sample ilustrasi pun, tak apa-apa kok. Siapa sih yang menolak naskah yang amat baguuuuusss, meski gak pake sample ilustrasi pun penerbit akan dengan ikhlas suka rela menerima naskahmu kok. Nantinya, penerbit akan membantu kita mencari2 ilustrator yang cocok, atau bisa juga dari tim mereka sendiri, atau kita yang disuruh nyari. So, konsentrasi dululah pada naskahmu. Hasilkan naskah yang ciamik, jangan mikiri ilustrasi dulu…nanti malah gak nulis2.

24. Bagi alamat majalah anak dong, atau list penerbit-penerbit yang OK. Yang kagak pake lama, kagak pake ribet, dan lancar bayar royaltinya.
Hmmm…semua alamat majalah, semua alamat penerbit, bisa ditemukan di masing-masing majalah, atau buku terbitan penerbit itu. Silakan dicatat, sekalian dipelajari karakter buku2 dan majalah-majalah itu.
Percayalah, hanya mendapat list tanpa mengetahui karakteristik mereka, percuma.

25. Duit saya cekak, mana bisa beli majalah atau buku2 gitu?
Pernah denger kata “perpustakaan”? Pernah denger kalimat “pasar buku loak”? Atau pernah denger kalimat “numpang baca di lapak majalah, padahal cuma beli koran seharga 2rb?”
Come on, mau dapet ikan gede ya kudu pake umpan gede dong.

26. Kenapa sih, kok penerbit atau media tertentu maunya nerima hardcopy? Hari gini gitu loh, mbok ya email. Jaman udah canggih gini kok masih surat2an. Huh!
Jangan salah, justru mereka yang menerapkan hardcopy itu, melindungi kepentingan kita lho. Meski terasa tak praktis, terasa jadul, tapi sebenernya mereka melindungi kita. Jika kita kirim softcopy, dalam beberapa detik saja naskah kita bisa ada di Timbuktu atau Zimbabwe, lalu diakui sebagai naskah milik Donal Bebek yang lagi liburan di sono.
Minggu lalu, saat gathering penulis salah satu penerbit di Jakarta, mereka juga menandaskan, bahwa hardcopy adalah demi keamanan si penulis. Apalagi jika editor di penerbit itu sering gonta-ganti. Siapa yang bisa mencegah si editor untuk mengkopi naskah kita ke flashdiscnya dan membawanya kabur?

Namun, jika sudah saling percaya dan mereka mengijinkan softcopy, ya why not? Lebih enak, murah, dan praktis. Tapi kalo ada yg menerapkan hardcopy, ya jangan ngomel karena sebenarnya alasannya untuk kebaikan kita sendiri kok.

27. Enak mana, jual putus ato royalti?
Aku pribadi lebih melihat siapa penerbitnya. Jika mereka grup besar, aku pilih royalti. Jika mereka penerbit baru, atau penerbit kecil yang aku tahu distribusinya kurang bagus, marketingnya kurang bagus, ya aku pilih jual putus. Selesai urusan, duit di tangan, laku ndak laku nggak ada efeknya buat aku. Daripada sakit hati royalti nggak dibayar, atau terima royalti sekian puluh ribu rupiah.Oya, jika kantong cekak, aku pilih royalti. Jika kantong tebel, pilih jual putus :)

Tambahan dari Watiek Ideo:
28. Duh, gimana caranya dapet kenalan ilustrator? Aku kuper bgt :(
Gampang! Di FB ada banyak ilustrator yg berseliweran. Coba aja buka FB Kelir Monthly Theme, di situ para ilustrator menunjukkan kebolehannya tiap bulan dengan memajang karya2nya. Kita bisa kontak mrk jika ingin kerjasama. Jika sdh ada kandidat, minta mereka utk membuat 1 halaman sampel utk naskah kita, sehingga penerbit mendapat gambaran ttg ilustrasi mana yg diinginkan :)

29. Bagaimana cara kerjasama dg ilustrator?
Ada banyak cara.
pertama: Jika naskah kita lolos utk diterbitkan, maka kita bisa membuka lowongan utk pengerjaan ilustrasi. Selama ini (pengalaman pribadi), penerbit sll membayar fee ilustrasi dr para ilustrator. Sistem pembayarannya bisa beragam, tergantung masing2 penerbit. Ada yg beli putus per halaman, sistem royalti ada DP, atau murni royalti (tanpa DP). Usahakan, hal ini sejak awal dibicarakan dg ilustrator, agar sepakat dulu dg sistemnya, sebelum proses ilustrasi dimulai.
kedua: Kita yg membayar sendiri semua ilustrasi. Ada penerbit tertentu yg menyukai naskah kita diajukan lengkap dengan ilustrasinya. So, kita musti membayar sendiri jasa ilustrator. Saran saya, kirim dulu saja naskah tanpa ilustrasi, krn blm tentu penerbit cocok dg ilustrasi yg kita ajukan. Sayangkan?

Sumber: http://yumbwee.multiply.com/journal/item/67/FAQ_Menulis_Bacaan_Anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...