Minggu, 15 April 2012

Merajut Mimpi

Satu waktu, salah seorang kenalan bertanya, "Maaf, punya novel  Dorama Sepasang Albana?" tanyanya.
Meski kepala ini menggeleng, tapi tiba-tiba saja pikiranku melayang pada sebuah buku dengan background biru dan seorang wanita berjilbab putih.
Dulu, aku memang pernah melihatnya di toko buku langgananku. Saat itu, aku hanya meliriknya sepintas. Kurasa itu hanya novel religius biasa, apa menariknya? Ternyata, setelah berbincang sebentar dengan kenalanku ini, barulah aku tahu termasuk salah satu novel best seller yang ada di negeri kita.
Akhirnya, aku mulai penasaran dan ingin membacanya juga. Sayang, stocknya sudah habis dimana-mana. Aku kecewa. Terpaksa aku terus mencarinya di beberapa blog teman dan toko buku online 
Sungguh aku menyesal, kenapa bukan dari dulu saja, aku membeli dan membacanya. Terkadang manusia memang seperti itu. Hanya mengukur sesuatu dari tampilan luarnya saja. Aku juga sama. Padahal, Allah tidak begitu, kan?
Lambat laun, aku baru tahu kalau penulisnya yakni mba Ary Nur adalah salah seorang pemenang sayembara novel yang diadakan Mizan hingga naskahnya sampai mendapat kesempatan untuk dibukukan oleh salah satu penerbit besar di Indonesia.
Sayang sekali, bukan itu yang menjadi topik bahasan kita kali ini. Sebab, aku malah tertarik dengan novel kelanjutannya yang berjudul "Dilatasi Memori." Kenapa? karena dengan membacanya saja, aku seperti tersadarkan bahwa aku masih punya mimpi yang sempat terlupakan.
Ketika semua orang telah sibuk dengan mimpi masing-masing. Bolehkah aku ikut merasakannya juga? Aku juga manusia biasa, sama seperti mereka. Aku juga punya impian, sama seperti tokoh Rani dan Ryan yang ada dalam novel tersebut.
Jujur kuakui, kalau selama ini aku terlalu sibuk dengan urusan yang tak seharusnya. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tak mungkin meninggalkan mereka begitu saja, apapun alasannya.
Kalau boleh meminta, aku juga ingin merajut mimpiku sendiri. Bebas menata hidupku sendiri, tanpa adanya campur tangan pihak lain. Namun, aku harus berpikir seribu kali. Andai aku pergi, bagaimana dengan mereka.
Tak mungkin rasanya, bila aku menuntut kedua kakakku untuk menggantikan posisiku saat ini. Terlalu egois. Bukankah keduanya telah memiliki kehidupan masing-masing? Tapi, apa pernah mereka berpikir tentang kehidupanku dan masa depanku sendiri? Pernahkah?
Ah, aku tak ingin membahasnya. Semakin sedih hatiku, jika membicarakan hal ini lagi. Meski hati ini masih belum bisa menerima keadaan ini sepenuhnya. Tapi, aku akan berusaha untuk bersikap ikhlas dan sabar. Mungkin, inilah salah satu episode hidup yang harus kujalani dengan sebaik-baiknya.
Aku yakin, Allah tidak akan diam saja. Aku yakin, suatu hari nanti Allah akan memberikan kesempatan itu hadir di hadapanku. Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...