Minggu, 24 Februari 2013

Kunjungan ke Pusat Kebudayaan Tionghoa


Menyambung dari tulisanku sebelumnya, bahwa klab bahasa yang ada MKAA itu tak sekedar mempelajari bahasa saja, melainkan mempelajari kebudayaannya juga. Maka pada pertemuan ketiga, kami sudah berjalan-jalan mengunjungi pusat kebudayaan Tionghoa yang ada di Bandung. Graha Surya Priangan, namanya.
Pagi itu, kami sudah berkumpul di MKAA. Tak banyak barang yang kami bawa. Hanya sekedar bekal untuk pengusir lapar dan haus. Namun ada pula yang sengaja membawa kamera untuk mengabadikan beberapa hal unik dan menarik di sana.
Sebenarnya, Graha Surya Priangan tidak begitu jauh dari MKAA. Hanya membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit saja, kami sudah tiba di tempat tujuan. Yakni jalan Nanarohana No.37 Bandung. Padahal saat itu, waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi.
Pada awalnya, tempat tersebut bernama Yayasan Dana Sosial Priangan. Yayasan ini didirikan oleh Tuan Lee pada tahun 1973. Namun seiring dengan perkembangan waktu, gedung yayasan ini mengalami beberapa kali perbaikan. Namanya pun diubah menjadi  Graha Surya Priangan.
Walaupun sudah cukup lama berdiri, namun masih belum banyak orang yang tahu mengenai keberadaan tempat ini. Begitu pula dengan para etnis Tionghoa yang tinggal di kawasan Bandung dan sekitarnya.   
Seiring dengan perkembangan jaman, Yayasan Dana Sosial Priangan sudah mengalami beberapa kali pergantian pimpinan. Biar begitu, visi dan misi yang ada tidak pernah berubah. Yakni menyalurkan bantuan pada masyarakat sekitar. Terutama untuk korban bencana alam, membangun sekolah, dsb
Setelah cukup puas menyimak sejarah Yayasan Dana Sosial Priangan, kami pun diajak untuk memasuki ruang pameran. 


Di dekat pintu utama, kami langsung disambut oleh tiga peristiwa penting dalam budaya Tionghoa, yakni:
  • Kelahiran, disebut dengan xishi yang artinya peristiwa yang membahagiakan
  • Pernikahan (hong Shi) yang berarti peristiwa merah. Warna merah melambangkan kebahagiaan
  • Kematian disebut baishi artinya kejadian putih. Di mana warna putih melambangkan berkabung
Kemudian kami beralih ke area pameran lain. Di mana salah satu videonya sedang memutar tentang beberapa kampung Pecinan yang ada di Indonesia. Salah satunya, kampung Pecinan yang ada di dekat terminal Baranangsiang Bogor.
Ada pula Cibeng yakni kaum Cina Benteng yang tinggal dipinggiran sungai Cisadane Tangerang. Konon katanya, di tempat tersebut sering diadakan Festival Perahu Naga. Ah jadi penasaran, kira-kira seperti apa festivalnya, ya!   
Meski sering dianggap kaum minoritas, tapi tak dapat dipungkiri kalau etnis Tionghoa banyak berjasa bagi bangsa Indonesia. Sebut saja dalam dunia olah raga, khususnya cabang bulutangkis. Sudah sejak lama, mereka selalu mengukir prestasi  untuk mengharumkan nama Indonesia dikancah Internasional.
Tak cukup sampai di situ, karena ternyata ada beberapa tokoh Tionghoa yang telah  melegenda dari waktu ke waktu. Hanya saja, selama ini kita hanya mendengarnya sepintas lalu. Penasaran, siapa saja mereka?

Laksamana Chen Hong - Penjelajah Muslim dari Tiongkok

Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho, begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus. Penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama serta petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.
Petualangan antar benua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika yang disinggahi, dengan jarak yang ditempuh mencapai 35 ribu mil.
Sebuah prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian, menyebutkan kalau Laksamana Cheng Ho diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon.
Atas perintah Kaisar tersebut, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang. Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat.
Dalam setiap ekspedisinya, Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal tersebut, lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.
 Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka.
Di setiap persinggahan, armada itu melakukan transaksi dengan cara barter. Mereka memang sengaja tidak melakukan penaklukan, karena ekspedisi tersebut hanya bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia.
Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435 M.

So Hok Gie

Lim A Goh
Kontraktor kelahiran Cina tahun 1890 ini, merupakan salah seorang arsitek Tionghoa yang telah membangun beberapa tempat penting di kota Bandung. Meski sudah berumur ratusan tahun, tapi semua bangunan tersebut masih tetap berdiri kokoh hingga sekarang.
Lim A Goh ikut membangun proyek HBS (sekarang SMA 3 & SMA 5 Bandung), Sekolah Trinitas, Kantor Pos besar, penjara Sukamiskin, beberapa bangunan barak militer, gedung Balai Kota, dan juga gedung Landmark.
Selain itu, ada pula Societeit Concordia (sekarang gedung Museum Asia Afrika), gedung Die Kleur di Dago, serta Gedung Sate. Selain menjadi ikon utama kota Bandung, Gedung Sate juga dijadikan kantor pemerintahan provinsi Jawa Barat.

Masyakat Tionghoa pun, mengenal beberapa unsur Kehidupan. Diantaranya:
  • Air (musim dingin) dilambangkan dengan warna biru. Air bersifat mengalir, mengalah, hening, sabar, flexibel, menyimpan potensi dan terkadang membahayakan
  • Kayu (musim semi) dilambangkan dengan warna hijau. Kayu berpandangan ke depan, merencanakan dan membuat keputusan.
  • Tanah (akhir musim panas) dilambangkan dengan warna kuning. Diyakini sebagai pusat keseimbangan dan tempat dimana energi melambatkan geraknya. Tanah juga dikaitkan dengan sistem pencernaan tubuh dan indera perasa dan juga melambangkan stabilitas yang ajeg.
  • Logam (musim gugur) dilambangkan dengan warna putih. Energi dalam logam mempersatukan gerakan batin, bagai bunga kuncup dikelopak.
  • Api (musim panas) dilambangkan dengan warna merah. Merupakan sifat dasar, puncak pertumbuhan dan kehangatan hubungan antar manusia.
 Sebenarnya, masih banyak hal menarik lainnya yang ada di tempat ini. Namun dengan waktu yang terbatas, sudah saatnya kami pulang kembali ke MKAA dan belajar bahasa Mandarin di dalam kelas. Bersambung



Bandung, Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...