Rabu, 13 Maret 2013

Behind "Angin dan Bunga Rumput"



Apa yang kau rasakan, saat salah satu cerpen karyamu atau karya sahabatmu dimuat di media? Bangga, tentu saja. Meski tak semua orang berpikiran sama, tapi setidaknya inilah pengharapan tertinggi dari seorang penulis. 

Sayangnya, semua itu harus kami bayar mahal. Bahkan rasanya teramat mahal, bila harus ditukar hanya dengan sebuah cerpen sederhana. Tapi itulah, kenyataan hidup. Kehidupan, tak ubahnya seperti air yang mengalir, terkadang datang tanpa bisa kita duga.

Begitu pula dengan salah seorang sahabat kami 'Rinrin Migristine'. Setelah perjuangannya mempertahankan hidup dengan penyakit gagal ginjal yang mengharuskan dirinya cuci darah selama hampir tujuh tahun. Begitu pula dengan tuntutan hidup yang mengharuskan dirinya berperan sebagai single parent untuk kedua adiknya. Sungguh, semua itu tidaklah mudah.

Akan tetapi, cerpen "Angin dan Bunga Rumput" yang pernah ditulisnya baru bisa dimuat media, bertepatan dengan hari kematiannya saat dirinya harus menutup mata untuk selama-lamanya. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun 
Sungguh, semua itu terasa sangat menyesakkan dada. Namun diantara kedukaan yang mendalam, terselip rasa bangga akan keberhasilannya ini. Mungkin seperti itulah keunikan seorang penulis bila dibandingkan dengan profesi lainnya. Karyanya masih bisa dikenang orang, ketika dirinya sudah tiada. 
*****

Selama ini, kami memang dikenal minim karya. Terserah mereka mau menilai apa tentang kami. Sebenarnya, bukan kami tak punya karya. Bisa saja koleksi kami lebih banyak dari kalian. Tapi haruskah semua itu dibukukan atau dipublikasikan? Rasanya tidak, kami bebas mengemas karya-karya tersebut semau kami. Mau dijadikan koleksi pribadi atau hanya sekedar bungkus gorengan. 

Maka ketika beberapa pihak yang selalu menanyakan pencapaian apa yang sudah kami lakukan selama ini? Kami memutuskan untuk mengumpulkan beberapa cerpen yang telah dimuat media dalam sebuah Antologi Kumcer. Dan untuk mengenang semua perjuangan hidupnya, maka kami sepakat memilih "Angin dan Bunga Rumput" sebagai judul dalam kumpulan cerpen FLP Bandung kali ini.

…kau harus menyadari satu hal. Kau takkan bisa kembali ke tempat ini.
Tubuhmu akan tercerai‐berai karena kau menjadi sekumpulan benang
sari. Dan kelak mereka akan memiliki jiwanya masing‐masing. Setiap
jiwa itu akan mencari takdirnya sendiri‐sendiri. Saat itu, kau tak akan
pernah menjadi dirimu lagi. Kau akan menjadi diri‐diri yang berbeda
satu sama lain. Setiap diri itu akan menemukan tempatnya masingmasing
untuk tumbuh. Mungkin di suatu tempat di dalam hutan.
Mungkin di sebuah oasis di tengah gurun pasir yang terik menyengat.
Atau di tepi sebuah sungai yang menghanyutkan. Sekarang kau akan
benar‐benar terbang bersamaku. Apa kau bersedia?” (Angin dan
Bunga Rumput – Rinrin Migristine)


Tiba‐tiba, langkahnya terhenti tatkala tubuhnya sekonyong‐konyong
oleng. Takbisa terjaga keseimbangannya. Dia pun terpeleset di atas
sebuah batu kali yang sangat licin. Woro terjatuh ke dalam air. Bajunya
yang rombeng basah kuyup.
Arus sungai kian menderas. Woro meraih batu kali lainnya untuk
berpegangan agar tak terbawa arus. Sayangnya, batu hitam pekat nan
licin itu tak memberinya perlindungan untuk bertahan. Dia pun
terseret arus sungai yang deras. Dia berteriak meminta tolong.
Namun, tak sesiapa pun yang mendengarnya. (Kupu‐Kupu Biru dan
Sungai Ganjil ‐ Inoey)

Ternyata duka berkepanjangan masih tetap hinggap di hati kami. Karena kami juga harus kehilangan "Yuni Mulyawati" kembali. Karena penyakit kronis yang menyerangnya, setahun terakhir. Banyak orang yang masih belum percaya, kalau dirinya sudah tiada. Namun itulah kenyataannya, kedua sahabat kami telah pergi menemui Rabbnya...

Sebenarnya bukanlah sisi materi yang kami kejar saat sepakat untuk membuat kumpulan cerpen ini. Tapi lebih ke sisi kekeluargaan serta persahabatan. Bahwa hingga kapanpun dan di mana pun, kami tetap keluarga dan keduanya pernah ada bersama kami.... 

Wàn lóng, Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dompet Baru

"Cieee, ada yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di kostan. "Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mu...