Berikut ini, salah satu contoh surat yang kubuat untuk lomba. Sayangnya masih belum mendarat mulus di depan meja dewan juri. Biarkanlah, kegagalan hari ini bukan berarti kegagalan di kemudian hari. Semoga masih ada kesempatan lain untukku ^_^
Kepada
Yth.
Bapak
Dahlan Iskan
Di
tempat
"Hidup, bagi orang miskin, harus dijalani apa
adanya." (Dahlan Iskan)
Asalamualaikum Wr. Wb
Apa kabar Pak Dahlan? Semoga Bapak dalam keadaan baik dan
tetap berada dalam naungan dan kasih sayang Allah Ta’ala. Perkenalkan nama saya
syfa, lengkapnya Assyfa Nurhalimah.
Saya memang bukan siapa-siapa. Saya hanya orang miskin yang
berusaha merangkai mimpi dalam kehidupan sederhana yang tengah saya jalani.
Sungguh, menjadi suatu kebanggaan tersendiri bila surat ini bisa sampai ke
tangan Bapak.
Semenjak kecil, saya sudah terbiasa hidup dalam kemiskinan.
Keterbatasan ekonomi, sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun seperti yang
pernah Bapak bilang, kalau hidup bagi orang miskin, harus dijalani apa adanya.
Oleh karena itu, saya hanya bisa berdoa dan berusaha. Agar
suatu saat nanti, semua impian ini bisa menjadi kenyataan. Saya tak peduli
kalau orang lain bilang, inilah impian teraneh yang pernah ada.
Saya tak ingin kaya dan terkenal. Saya juga tidak tergoda
untuk menjadi sukses dan berhasil. Saya hanya ingin melihat orang-orang yang
ada disekeliling, bisa hidup tenang dan berkecukupan. Tidak kekurangan, apalagi
sampai kelaparan.
Kenapa? Karena saya tahu persis, seperti apa perihnya hidup
miskin itu. Ketika seseorang datang dan mengulurkan bantuannya, sedikit saja.
Rasa syukur yang ada tak akan bisa mewakili kebahagiaan yang membuncah di dada.
Tak dapat dipungkiri, kalau kemiskinan itu bisa membatasi
gerak langkah seseorang. Meski demikian, saya tidak ingin menyerah dengan
keadaan. Ingin rasanya mengisi kemiskinan ini dengan semangat serta kerja
keras. Bukan dengan kesedihan serta putus asa.
Dengan segala kemampuan
yang dimiliki, saya harus bisa selangkah lebih maju dari mereka. Pokoknya, saya
bertekad untuk tak menjadi beban bagi siapapun. Saya percaya kalau kita
berusaha dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan mengabulkan do'a kita.
Saya berusaha mengusir
kemiskinan dengan segala cara. Mulai dari berjualan hingga menjadi buruh
pabrik. Sayang, semua itu tidak bertahan lama sebab saya termasuk orang yang
cepat bosan. Untunglah perasaan bosan seperti ini, bisa sedikit teralihkan pada
hobi lama saya.
Ya menulis. Bukankah
kegiatan seperti ini bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja? Tanpa
perlu modal ataupun keahlian tertentu Akhirnya saya putuskan untuk serius
menekuni dunia tulis menulis ini.
Karena tak ada komputer di rumah, saya sengaja mengetik di
rental. Itu pun kalau saya sedang memiliki uang lebih. Dengan segala suka
dukanya, terkadang rental mati lampu, komputer rental nge-hang hingga terkena virus.
Ujung-ujungnya, naskah yang sudah capek-capek saya ketik
berlembar-lembar hilang begitu saja. Ingin menangis rasanya saat itu. Tapi
anehnya, saya tidak pernah kapok. Bahkan terus saja mengulangnya hingga naskah
yang saya kerjakan itu bisa rampung.
Tak peduli harus menghabiskan waktu berapa lama untuk
menyelesaikannya. Sesudah itu, saya juga masih harus sedikit bersabar untuk
mengumpulkan sejumlah uang. Agar bisa membayar ongkos kirim naskah tersebut ke
beberapa media, hanya dengan modal nekat.
Hingga satu waktu, tanpa sengaja saya mendengar sebuah acara
di salah satu radio swasta. Di mana seorang penyiarnya sedang membacakan kisah
yang dikirim oleh pendengar.
Dari pertama kali mendengar, saya langsung tahu kalau itu
adalah naskah yang pernah saya kirim ke redaksi mereka. Sebagai penulisnya,
tentu saya hafal betul seperti apa naskah yang pernah ditulis sendiri.
Saking senangnya, saya langsung memberitahukan kabar baik ini
pada keluarga. Sebuah kesempatan langka. Kapan lagi, naskah lainnya bisa diakui
media? Sayang, tak ada seorangpun yang mau mempercayainya.
Bahkan kedua kakak saya malah menertawakannya. Mereka anggap
saya hanya bermimpi di siang bolong. Mereka bilang itu pasti kisah orang lain
yang mungkin mirip. Saat itu, saya tak mampu menyangkalnya. Mungkin mereka
benar.
Saya pun mencoba melupakan kejadian tersebut. Meski demikian,
saya tetap berusaha mengirim naskah ke beberapa media, diam-diam. Hingga
akhirnya semua kerja keras ini membuahkan hasil. Naskah esai pertama saya
dimuat oleh salah satu majalah remaja yang kini sudah gulung tikar. Bahkan
honor pertama itu pun, tak terbayarkan sama sekali.
Kecewa, memang. Tapi ada kepuasan tercipta sendiri di
dalamnya. Untuk kedua kalinya saya kembali menyodorkan majalah tersebut dengan
bangga. Tapi ternyata, respon keluarga masih tetap dingin.
Apalagi Ayah, dia hanya melengos pergi, tanpa mengeluarkan
sepatah katapun. Plak! Rasanya seperti ditampar keras-keras. Ingin rasanya saya
berhenti saat itu juga. Berhenti bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu,
mencari pekerjaan lain yang mungkin lebih masuk akal menurut mereka.
Saya merenung. Apa impian ini, harus terhenti sampai di sini?
Apa semua jerih payah yang pernah saya lakukan selama ini hanya menjadi hal
yang sia-sia? Tidak. Saya tidak boleh menyerah begitu saja. Saya harus buktikan
bahwa pilihan hidup ini tidaklah salah.
Semua kenangan itu kembali membayang dipelupuk mata. Mulai
dari membohongi keluarga, menguras uang tabungan hingga tak bersisa. Bahkan
rela berjalan kaki hingga sejauh 4 km, pulang pergi hanya untuk mencharge semangat menulis.
Sungguh, saya tak pernah menyesal menjalaninya. Sedapat
mungkin, saya berusaha menutupi semua keadaan ini dihadapan teman-teman. Saya
tak ingin mereka tahu, kalau kalau keadaan saya benar-benar memprihatinkan.
Hanya sekedar ongkos untuk pulang pun, saya tak punya. Bila sudah
begitu, saya sengaja melambatkan diri agar tidak ketahuan. Jika tidak, saya
akan mencari alasan agar tidak pulang bersama mereka.
Biarlah semua ini tetap menjadi rahasia. Baik dulu, kini
ataupun nanti. Biarlah mereka tak pernah tahu, apa yang terjadi. Cukuplah hanya
Allah yang menjadi saksi sekeras apapun perjuangan hidup saya selama ini.
Yang terpenting sekarang, semua kisah pahit yang pernah saya
alami dulu. Kini berubah menjadi kisah indah yang tak pernah bosan-bosannya
saya bagikan pada orang lain. Termasuk bapak atau mungkin orang lain yang tak
sengaja membacanya.
Atas segala perhatian dan waktu luangnya. Saya ucapkan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Hormat saya
Assyfa Nurhalimah
Assyfa Nurhalimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar