Dering
itu memecah keheningan pagi. Kinoy yang sibuk mengeringkan rambut
diteras paviliun rumah, kalang kabut mencari ponsel miliknya. Dan
seperti biasanya, dia lupa dimana ia menaruh ponsel miliknya itu. Nona
lupa, begitulah julukan yang diberikan Tegar, sahabatnya. Tegar paling
kesal kalau melihatnya, lupa menaruh suatu benda pada suatu tempat.
Karena ujung-ujungnya dia sendiri musti ikut pusing nyari.
Jika
tidak, dirinya harus bertanggung jawab membawa semua barang itu pulang
dengan selamat. Tapi mau gimana lagi, penyakit yang satu ini memang
betah banget mukim dikepala Kinoy. Setidaknya, Tegar masih tetap
bersyukur karena masih ada orang yang mau berteman baik dengan dirinya.
“Hhh, Tegar? Tumben tu anak pagi-pagi nelpon, gak biasanya,” kilah Kinoy heran.
“Assalamualaikum Warohmatulahi Wabarokatu…,” ucap suara diseberang sana dengan nyaring dan lantang. Memang begitulah kebiasaan Tegar sedari dulu, mengucapkan salam dengan lengkap dimanapun berada.
“Waalaikum salam. Ngapain?” tanya Kinoy lagi ketus.
“Maaf Noy, aku ganggu ya! Lagi sibuk ngapain?”
“Nggak sih, cuma baru beres mandi tinggal bersolek doang, kenapa?
“Wah asyik dong, kalo tau gitu mending cabut aja kesana!”
“Ngapain?”
“Mo liat situ, past belom pake baju, hi…hi…,”
“Husy, enak aja. Coba aja kalo berani! Mo dipecat jadi sahabat?”
“Aduh, jangan atuh. Jangan ngambek ya… becanda. Eh gimana Noy, da kerjaan buatku gak?” sambungnya.
“Uuh, dari dulu nanyanya itu mulu. Emang gak ada pertanyaan lain, napa? Nanyain kabar aku ke atau siapa, gitu!”
“Yaa, gimana dong! Sekarang kan lagi butuh kerjaan…,”
“Lho, bukannya bulan lalu aku kasih info?”
“Duh Kinoy… masa aku disuruh ngelamar kerjaan buat ditempatin di British?? Kan jauh… emang mau aku tinggalin?”
“Ooh
gitu, jangan atuh. Ntar aku kesepian, gak ada yang bisa direcokin,
diomelin, dimarahin. Tanpa dirimu, aku bagai….,” ucap Kinoy tak meneruskan ucapannya.
“Halah, kumat deh puitisnya,” potong Tegar.
“Eh emang, aku salah ngasih info ya?”
“Heeh. Noy…, beneran kan mau jadi sahabat aku?”
“Yup, emang kenapa sih keliahatannya serius banget!”
“Iya nih, soalnya berkaitan ama hidup dan mati.”
“Hah, seserius itukah? Masalah apa sih?”
‘Noy, beneran mau bantu aku kan? Aku percaya 100% kan kita sahabat,”
“Iya, apaan. Jangan berbelit-belit gitu, ah!”
“Kinoy… cariin aku jodoh dong!”
???
“Gubrak…”
“Eh, halo..halo…Noy, kamu gak papa,” suara Tegar terdengar panik
“Nggak, cuma panik doang! Emang beneran serius mo married?” balas Kinoy sambil mengusap-usap keningnya yang barusan kejeduk meja
“Kan udah bilang tadi, udah dulu ya!” putusnya terburu-buru.
“Eh..eh, tunggu! Kamu mau cari calon istri yang kayak gimana? trus tipe idamanmu seperti apa?” cegat Kinoy lagi
“Emm, gak tahu Noy belom kepikiran. Emang, harus ya!” aku Tegar polos
“Ya iyalah, gimana aku nyari kalo gak punya petunjuk sedikitpun,”
“Ooh gitu ya! ntar aja atuh kapan-kapan. Klik, telepon pun terputus.”
Kinoy
cuma bisa bengong dan menarik nafas dalam-dalam. Kalo dipikir pikir,
siapa yang sebenarnya aneh dirinya atau Tegar? Ataukah mereka berdua
yang sama-sama aneh. Mungkin juga, hingga bisa sekompak ini.
Sejak
menerima telepon tadi, tak ada hal lain yang Kinoy lakukan. Dirinya
hanya diam mematung didepan cermin. Permintaan Tegar kali ini bukanlah
hal mudah. Pikiran Kinoy, jadi melayang pada kejadian beberapa tahun
silam saat dirinya baru pertama kali bertemu dengan Tegar. Seseorang
yang datang ke kampus besar, hanya mengenakan kaos oblong putih plus
kacamata serta sendal jepit karet.
Benar-benar
sederhana. Namun siapa sangka kalau ternyata mereka sama-sama berada
dalam kelas dan fakultas yang sama.hingga sampai saat ini mereka bisa
jadi sedekat ini. Kini, mereka berdua jadi tim yang solid, kemana-mana
selalu berdua, membuat beberapa pasang mata iri.
Awalnya
Kinoy merasa risi, akan kedekatan mereka. Tapi orang yang disampingnya
itu Tegar. Dan orang yang semacam itu, tak pernah mau peduli apa kata
orang. Bahkan Tegar sendiri tak pernah mempermasalahkan itu. Sejauh ini,
kedekatan mereka baik-baik saja dan tidak ada orang lain yang
dirugikan. Jadi apa salahnya?
“Hhh, calon istri buat dia? Ngg … nggak tahulah, aku bingung!” desah Kinoy
Entah
kenapa, permintaan Tegar kali ini membuatnya teringat pada Atma, sosok
yang pernah dekat dengannya. Dulu, Atma juga selalu menanyakan hal yang
sama, bertanya tentang lowongan pekerjaan dan tak pernah lupa bercerita
tentang pengalamannya melamar dari satu tempat ke tempat lain. Dan satu
hal yang tak pernah Atma lupakan, yaitu meminta Kinoy untuk
mendoakannya.
Namun
setelah mapan, Atma malah menikah dengan orang pilihannya. Mungkin
selama ini Kinoy berharap terlalu jauh, hingga kejadian tersebut cukup
membuatnya terpukul. Memang seperti itulah skenario diatas sana tak pernah bisa diduga.
Dan
sekarang, Kinoy jadi sering merasa dihantui oleh peristiwa tersebut.
Padahal seharusnya dirinya tak boleh merasa begitu. Toh tak ada
kesepakatan mengenai hati, antara dirinya dengan Tegar. Bukankah, selama
ini mereka berdua hanya menjalani apa adanya. Jadi siapapun boleh
memilih orang lain, siapa saja untuk menjadi belahan jiwanya.
Sejujurnya,
Kinoy tak dapat menepis perasaan tak rela, seandainya Tegar ingin
bersama dengan orang lain. Kinoy tahu, bukan inginnya untuk menghalangi
niat tulus sahabatnya. Apalagi sampai ingin memiliki, tidak…tidak pernah
sedikitpun terlintas dikepalanya. Hanya saja, selama ini dirinya sudah
terbiasa melihat Tegar selalu berada disampingnya.
Lagi
pula, untuk apa? Toh selama ini, justru Tegar lebih sering
memperlakukan dirinya seperti seorang laki-laki. Tegar tak pernah sadar
kalau orang yang ada disampingnya itu seorang perempuan dengan balutan
jilbab dikepala.
Mungkin
Tegar memang merasa nyaman dengan keadaan mereka yang sepert ini.
Justru Tegar akan terasa canggung dan tak nyaman bila beranjak lebih
jauh lagi. Dan mungkin saja hubungannya dengan Kinoy tidak sebaik
sekarang.
Seharusnya
Kinoy tak boleh merasa egois. Sebagai seorang sahabat, sudah
sepantasnya bagi dirinya untuk memaklumi semua ini. Dia harus memilihkan
orang yang tepat untuk sahabatnya. Seseorang yang bisa memahami Tegar
apa adanya, seseorang yang bisa merawat dan menjaga Tegar. Serta yang
terpenting bisa membuatnya tersenyum bahagia. Sama halnya seperti yang
telah Tegar lakukan pada dirinya yaitu selalu membuat dirinya tersenyum
bahagia. Moga Allah, segera mempertemukan Tegar dengan bidadari
syurganya….
Beranda Azalea, 5 Djulhijah 1429 H
Addicated for somebody who make me smile and happy