"Cieee, ada
yang punya dompet baru, nih!" cetuluk Dinny yang baru tiba di
kostan.
"Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mudik kemarin. Bagus, kaan?" balas Nuy bangga.
"Iya, hehe... Dompet dibeliin Emih pas mudik kemarin. Bagus, kaan?" balas Nuy bangga.
"Ah, bukan
bilang dari tadi kalau mau mie. Kan bisa bikin sekalian," timbrung Lina
yang baru muncul dari dapur.
"Iih siapa lagi
yang mau bikin mie, suka nyambung aja. Maksud aku tuh, Emih ibu aku dikampung,
bukan emih yang bisa dimakan." ujar Nuy lagi jengkel.
"Ah da kamu mah
aneh, masa sama orang tua bilangnya Emih. Orang lain mah manggilnya Ibu, Mamah,
Mamih, Bunda." sanggah Lina lagi sembari mengaduk-aduk semangkuk mie
dihadapannya
"Biarin,
suka-suka aku dong mau manggil Ibuku apa. Syirik aja kalian," gerutu Nuy
"Terus itu
ngapain?" tanya Dinny lagi
"Eh ini, aku
iseng aja." balas Nuy sembari asyik mencoret-coret kertas
Barangsiapa yang menemukan dompet ini, harap hubungi nomor
0896XXXXXXXX
Terima kasih
"Laah, siapa
yang mau nelpon kamu?" intip Dinny
"Iyaa..
Memangnya mau dompet barunya ilang?" timpal Lina lagi.
"Ihh amit-amit,
jangan sampelaah...
*****
"Astagfirullah..." ucap Nuy panik.
"Kenapa teh
Nuy," balas Aas heran
"Dompet As,
dompet aku nggak ada," balas Nuy lagi, wajahnya mulai pucat
"Memangnya tadi
disimpan dimana? Ko sampai nggak ada?" tanya Aas penasaran.
"Kan aku taro
disaku ini, tapi ko sekarang jadi nggak ada!" ujar Nuy sembari meraba saku
jaketnya yang sebelah kiri.
"Kunci... Kunci
motor, ada nggak?" tanya Aas ikutan panik
"Kunci motor
mah ada," jawab Nuy sembari meraba saku jaketnya yang sebelah kanan.
"Terus, ada
uangnya nggak?"
"Ada sih, tapi
paling cuma tinggal 7000 perak lagi."
"Syukur atuh,
ikhlasin aja uang segitu mah. Kalo urusan dompet, kan bisa beli lagi yang
baru!" hibur Aas
"Iih gak bisa
gitu, lah! Biarpun nggak ada uangnya, tapi semua identitas aku ada di dompet
itu. Mulai dari KTP, KTM, SIM, STNK," sanggah Nuy sedih.
"Ya sudah, kita
lapor ke kantor polisi terdekat aja, yuk!" ajak Aas sembari melangkah
meninggalkan pasar jumat pagi. Sementara Nuy hanya mengikutinya dari belakang
dengan langkah gontai.
Hanya dalam waktu
beberapa menit saja, keduanya sudah tiba di kantor polisi terdekat. Beruntung,
mereka bertemu dengan Bapak polisi yang
baik hati dan ramah.
"Tenang ya,
ambil napas dalam-dalam. Jangan panik begitu!" ujar Pak Polisi
menenangkan.
"Habisnya saya
kaget sekali, Pak! Gimana kalau sampai hilang semua?" ujar Nuy yang
menahan tangis.
"Iya, Pak!
Kalau membuat surat-surat yang baru itu waktunya kan lama, belum lagi biayanya
nggak sedikit." tambah Aas.
"Bapak juga
tahu. Segala sesuatu itu harus dihadapi dengan tenang dan santai, biar kita
bisa berpikir jernih. Jadi Bapak mau merokok dulu sebentar, nggak apa-apa
kan?" ujar Pak Polisi itu sembari menyalakan rokoknya dan melangkah
keluar.
Sedangkan Nuy dan
Aas hanya bisa mengangguk pasrah. Tidak ada pilihan lain yang terlintas di
kepala mereka, selain mengunjungi kantor polisi ini. Sementara untuk berterus
terang ke orang tua di kampung, rasanya terlalu beresiko.
"Jadi, apa yang
hilang?" tanya Pak Polisi sembari mematikan rokoknya.
"Dompet,"
jawab Nuy dan Aas hampir berbarengan.
"Di mana?"
tanya Pak Polisi lagi
"Di pasar jumat
pagi." balas keduanya kompak.
"Trus, surat
BPKBnya mana?"
"BPKB?"
Nuy dan Aas saling
berpandangan
"Iya, punya
surat BPKB, kan?"
"Euh itu, Pak.
Surat BPKBnya ada dirumah."
"Ya sudah,
ambil dulu sana ke rumah."
"Tapi rumah
saya jauh, Pak." sanggah Nuy
"Ya gak papa
atuh, bukannya kalian bawa motor?"
"Maksudnya,
rumah dia ada di Majalengka, pak. Saya juga." timpal Aas.
"Oh, majalengka
mah jauh atuh. Bapak kira, kalian masih orang Bandung."
"Terus ngapain
ke Bandung? Belanja aja?"
"Nggak atuh,
pak! Kita kuliah di Bandung."
"Ooh,
mahasiswa."
"Bukan, kita
mah mahasiswi, hehehe.."
Pak Polisi ikut
terkekeh.
"Ya sudah,
minta fotonya saja surat BPKBnya, terus kirim ke whatsapp. Nanti sore kalian
kesini lagi!"
"Terus, kemana
lagi, Pak?"
"Ya nggak
kemana-mana. Paling nanti saya kasi surat keterangan kehilangan. Siapa tahu
kalian kena tilang, sewaktu-waktu."
"Baik, Pak.
Terima kasih banyak."
"Sama-sama."
*****
Tiga hari
kemudian...
"Sudahlah
ikhlaskan aja. Dompet yang sudah hilang mana mungkin bisa ketemu." hibur
Lina.
"Anggap saja
buang sial, siapa tahu kamu bakal dapat rezeki yang lebih besar dari itu."
lanjutnya lagi.
"Iya sih, aku
udah berusaha ikhlas tapi tetap aja masih sedih."
"Kamu mah
ketulah sama kelakuan sendiri, sih! Pake corat coret, barang siapa yang menemukan dompet ini, blabla.. Jadi aja,
dompetnya hilang beneran."
"Yeh, memangnya
aku mau dompet hilang. Nggaklaah, semua orang pasti tidak ingin kehilangan,
apapun itu."
"Teteh... Teh
Nuy, ada telpon!" panggil Aas dari kamar bawah.
"Siapa?"
"Nggak tahu,
nggak kenal!" balas Aas lagi.
"Tunggu
sebentar!" ucap Nuy sembari bergegas turun dan menyambar ponsel miliknya
dari tangan Aas.
"Halo, maaf
siapa ya?"
"Ini dengan
sodara Nuy yang rumahnya di Majalengka?" sahut suara seorang Ibu yang ada
seberang sana."
"Iya, dengan
saya sendiri."
"Syukurlah,
saya menemukan dompetnya, Neng!"
"Alhamdulillah,
dompetnya ketemu di mana, Bu?"
"Saya nemu
dompet ini ditumpukan sampah yang ada di dekat rumah."
"Kalau boleh
tahu, rumah Ibu ada di mana?"
"Rumah saya ada
di daerah Ciwastra, Neng!"
"Ciwastra
dimana, As?" bisik Nuy sembari menjauhkan ponselnya.
"Nggak tahu,
tapi bisa kita cari tahu." balas Aas ikut berbisik
Nuy menggangguk
mantap.
"Baiklah, saya
segera menuju ke sana. Terima kasih banyak Bu, sudah menemukan dompet
saya."
"Iya, Neng
sama-sama. Saya kasihan aja, pasti sedang bingung mencari-cari dompetnya,
kan?"
"Betul, Bu!
Saya sudah bingung, harus mencari kemana lagi."
"Kalau begitu,
saya menuju ke sana. Nanti kalau sudah dekat rumah Ibu, saya kabari lagi."
lanjut Nuy lagi
"Baiklah, saya
tunggu."
Selepas telpon
ditutup, Aas dan Nuy saling berbalas senyum penuh kebahagiaan.
"Ngomong-ngomong,
Ibu itu tahu darimana? Ko bisa menghubungi teh Nuy?"
"Ooh itu. Kan
aku iseng nulis di kertas barang siapa yang menemukan dompet ini,
blabla.."
"Terus
kertasnya diselipin di dompet," lanjut Aas sok tahu.
"Yup, tepat
sekali. Nggak nyangka, tulisan isengku bisa membawa berkah ya, As!"
"Iyaa, tumben
Kakak Sepupuku ini bisa berpikir cerdas, hahaha..."
"Ish... Hayuk,
temenin aku ke Ciwastra."
"Siap,
teh!"
*****
Grey House, 14 Maret 2018
Based on true story